Oleh YOPPY YOHANA
Banyak sekali budaya
Sunda yang perlu kita kenalkan kepada anak cucu kita supaya generasi berikutnya
tidak pareumeun obor atau tuna budaya, tetapi tetap mikawanoh dan bangga terhadap budayanya sendiri. Hasil dari budaya
orang Sunda yang terkenal diantaranya: tentang adat dan adabnya, bahasanya,
termasuk di dalamnya prilaku sopan-santun, dan cara berpakaian.
Khusus mengenai cara
berpakaian orang Sunda menarik untuk dibahas, karena penuh dengan makna dan siloka,
tetapi sekarang ini jarang ditemui orang Sunda memakainya. Seperti diungkapkan Bupati Purwakarta Dedi
Mulyadi (PR, 25 Juni 2012) tradisi Samping Jangkung, Gelung Jucung, Pangsi dan
Iket mulai dilupakan. Sehingga digelar
Lomba tentang cara berpakaian tradisional Sunda dengan nama acara: Lomba “
Samping Jangkung, Gelung Jucung, Pangsi Iket Festival 2012” di Purwakarta
tanggal 23 Juni 2012.
Menurut penulis,
sebaiknya mengenalkan pakaian tradisional Sunda bukan hanya kepada remaja dan
orang dewasa yang dianggap sudah tidak tertarik lagi dan terkontaminasi budaya
barat, tetapi mengenalkannya harus mulai dari tingkat PAUD, SD, SMP dan
seterusnya. Mengenai pakaian Sunda, bukan hanya mengenalkan tetapi harus
menjadi pembiasaan di setiap sekolah dan masuk dalam tata tertib sekolah,
misalnya cukup satu kali dalam seminggu yaitu tiap hari sabtu semua wajib
memakai pakaian tradisional Sunda.
Khusus untuk pakaian
batik sekolah, Alhamdulillah kita patut berbangga karena sudah menjadi
pembiasaan mulai dari tingkat dasar sampai atas biasanya tiap hari rabu-kamis
atau kamis saja karena hari jumat biasanya memakai baju koko. Semua instansi di
luar sekolah pun sudah menjadi keharusan ada satu hari untuk memakai batik.
Tetapi untuk pakaian tradisional Sunda nampaknya belum ada sekolah yang
menentukan satu hari untuk memakainya. Alangkah indahnya kalau misalnya tiap
hari sabtu semua siswa dan guru memakai pakaian tradisional Sunda. Kelihatannya
lebih membumi dan punya jati diri Sunda. Kalau laki-laki pangsi dengan iketnya,
perempuan kebaya, samping jangkung dan gelung jucungnya.
Samping jangkung
melambangkan kegesitan. Ibu-ibu Sunda dahulu itu kuat, gesit, cepat, bekerja
serta berusaha dengan kelembutan menghadapi berbagai perubahan. Gelung jucung,
melambangkan ulet, kuat, dan kerja keras. Ibu-ibu Sunda rambutnya selalu diikat
ke atas itu berarti bekerja keras. Pangsi/kampret melambangkan lelaki Sunda itu
kuat, cepat dan pekerja keras. Kampret juga melambangkan cuaca di Sunda panas
dan dingin. Sehingga terciptalah Kampret dengan dua warna yaitu hitam untuk
musim hujan dan putih untuk musim kemarau.
Iket melambangkan kecerdasan
antara pikiran dan hati, kecerdasan emosional, intelektualitas dan
spiritualitas. Seluruh pembangunan di Tatar Sunda atau Jawa Barat bisa berhasil
karena menggunakan pikiran dan hati. Selain itu iket pada bagian depannya
berupa segi tiga runcing melambangkan tentang keesaan Allah mengisyaratkan
ketika kita dimana saja harus ingat kepada Yang Maha Kuasa.
Pakaian itu merupakan
salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Namun yang paling penting bukan hanya
memperlihatkan pakaiannya, tetapi memaknai gerak jalan orang Sunda harus maju
dan cepat menghadapi perubahan. Jangan sampai orang Sunda kesannya
berleha-leha, nyantai dan ngagere ceuli saja
persis Si Kabayan. Padahal karakter orang Sunda yang asli adalah gesit, pekerja
keras, bersinergi dengan alam, someah
dan tegas. Karakter tersebut terlihat bukan hanya dari cara berpakaian tetapi
dari huruf atau aksara Sunda pun sudah menggambarkan ketegasan orang Sunda. Lihat
saja jenis huruf dan aksara Sunda karakternya seperti angka tujuh atau seperti
pacul tidak banyak pupuringkelan
seperti aksara dari daerah lainnya.
Mudah-mudahan
orang-orang Sunda generasi sekarang dan yang akan datang mampu menggali potensinya sendiri dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga orang Sunda lebih motekar dan maju dari segala bidang. Untuk kebijakan satu hari
dalam seminggu memakai pakaian adat Sunda minimalnya di sekolah dahulu, kita
tunggu apakah para pemimpin kita ada yang peduli, bangga jeung nyaah ka budaya sorangan. Masa kalah oleh para pelajar
dan mahasiswa luar negeri yang belajar di kita termasuk para turisnya yang
bangga memakai pakaian adat kita.
Penulis, Guru Seni Budaya SMPN 35 Bandung
Dipublikasikan
di HU Pikiran Rakyat, Kolom Forum Guru (Sabtu, 17/11/2012)
No comments:
Post a Comment