PANYAWANGAN
Sajeungkal lain sakilo
Sadeupa jauh teuing
Sakiceup teu bisa dipopohokeun
Ti kulon arah ka wetan
Ngalirna ka sagara nu leeh
Pasir resik paniisan
Salengkah saacan Gunung Putri
Susukan ngalir kana urugan
Parahyangan teu jadi parawan
Ngadeuheusan taya nu suci
Mipir-mipir kadangiyangan taya nu sugih
Hung ahung panyawangan tinggal waasna
Kursi Seukeut Paningal, 2004
yoppy yohana "Ki Ibun"
Monday, December 7, 2009
Thursday, December 3, 2009
WAYANG UNTUK MENGENAL DIRI
Membicarakan wayang dan manusia selalu menarik, aktual dan unik. Wayang adalah simbol atau bahasa dari hidup dan kehidupan manusia. Sedang manusia adalah kita-kita ini sendiri dengan segala perbuatan dan dunianya. Wayang adalah laksana sumber air yang ditimba tanpa ada habisnya. Makin getol manusia ingin mendalami wayang, makin takjublah ia.
Wayang adalah salah satu cara untuk mengenal diri (manusia). Karena dalam pergelaran wayang sesungguhnya digelarkan atau dipertunjukkan suatu lakon dari hidup dan kehidupan manusia. Maka setelah melihat wayang selalu akan timbul pertanyaan yang sudah lama, tetapi masih tetap baru yaitu: Apakah manusia itu? Siapakah aku ini?
Dengan mengetengahkan wayang sebagai salah satu sarana untuk mengenal manusia, maka diharapkan walau hanya setetes, dapat merupakan sumbangan pikiran dalam samudranya ilmu pengetahuan tentang wajah manusia seutuhnya, yaitu manusia riil, konkrit, wajar, apa adanya dan apa yang sebenarnya. Jadi dengan melihat wayang dan mengenal wayang, diharapkan bahwa manusia menjadi sadar akan dirinya,, bahwa dirinya memang betul-betul ada dan adanya lengkap dengan dunianya. Manusia diharapkan dapat menghadapi dunianya serta mampu menghadapi dunianya dan menemukan dirinya. Atau dengan kata lain, bahwa para pengamat wayang diharapkan mampu menjadi subjek sekaligus sebagai objek. Pendek kata manusia adalah objek sekaligus subjek.
Wayang telah menyajikan “tontonan hidup” kepada kita, bahwa untuk menghadapai, menemukan dan mengenal diri sendiri ini, manusia ternyata tidak cukup menggunakan akal budi atau berfilsafat saja, tetapi dengan cara lain, misalnya: kontemplasi, bertafakur, menyepi. Di dalam wayang kenyataan hidup, dan hidup itu sendiri akan digelar, dipentaskan secara simbolis sebagai suatu lakon, sekarang tingkal manusia sendiri menguak, mengkaji dan membedahnya.
Jadi untuk memahami wayang sangat tergantung kepada alat atau pisau bedah yang dimilikinya untuk membedah simbolisme dalam wayang. Memang semuanya itu memerlukan waktu, kesabaran dan kedewasaan dalam olah pikir, olah nalar olah rasa.
ARJUNA BUKAN DON JUAN TETAPI
SATRIA JANTAN MAHASAKTI
Banyak salah tafsir tentang Arjuna. Ia dikira “thukmis bathuk klimis”, Don Juan. Arjuna bukan Don Juan ataupun nama sebutannya bagi orang yang “mata keranjang’ terhadap wanita cantik. Mengapa karena wayang adalah bahasa symbol, bukan pergelaran sejarah yang bersifat lahiriyah. Tetapi lebih bersifat rohaniah yang “tan wadag”. Oleh karena itu, janganlah terlalu diartikan secara lahiriah. Wayang adalah bahasa hidup dari kehidupan itu sendiri. Arjuna berarti air jernih dalam “jun” atau jambangan,. Ia adalah symbol dari (jiwa) manusia yang jernih pikirannya laksana jernihnya air dalam jambangan.
Ia juga bernama Kuntodi, yang berarti panah tajam yang ampuh. Ia merupakan symbol dari manusia yang memiliki jiwa dan daya pikir yang tajam melibihi tajamnya panah sakti. Pendek kata, kalau ia menempuh ujian atau testing apapun pasti lulus dengan predikat cum laude, sangat mamuaskan. Kiranya wajar kalau sang guru Drona sangat mencintainya, demikian pula banyak orang mencintainya.
Ia juga bernama Janaka, yang berasal dari suku kata “Jana” dan “ka”. “Jana” = manusia dan “ka” = azas/sebutan untuk laki-laki atau jantan. Jadi Janaka berarti manusia laki-laki atau jantan. Disamping itu juga berarti: tukang menurunkan. Ia bukan saja jantan secara biologis, tetapi jantan dalam watak dan perbuatannya, maka ia mendapat gelar “lelananging jagad” .
Seperti halnya manusia, setiap pria tentu beristerikan wanita, jantan dengan betina, tentu saja setiap Janaka (manusia laki-laki) harus beristerikan putri (manusia perempuan). Wanita atau betina dalam jagad filsafat merupakan simbol dari kesaktian. Janaka atau Lingga dan kesaktiannya yang berupa tenaga dan kekuatan itu tak dapat dipisahkan. Pendek kata Janaka atau Lingga itu azas laki-laki (male), sedang sakti dan Yoni aza perempuan (female).
Begitu juga pahlawan atau prajurit, sehabis menang perang biasanya mendapat bintang sakti atau kalungan rangkaian bunga. Kalau dalam dunia wayang kalungan bunga dan kesaktian Janaka diwujudkan berupa wanita. Pendek kata Isteri dan nama Arjuna itu menunjukan kesaktian dan jabatannya.
Selain nama gelarnya di atas, Arjuna bernama Karitin = raja di Kahyangan, Wibatsu, Gudakesa = prajurit mahasakti, Ciptoning = pendeta bersih. Kalau dahulu sudah ada kartu nama, maka untuk menulis jabatan dan titelnya saja pasti memerlukan kertas lebar. Pendek kata ia Satria Jantan Maha Sakti. Bukankah setiap ibu menginginkan anaknya bersipat satria, jantan, sakti, genius, dan berpekerti baik ?
Isteri Arjuna yang tinggal bersama dalam satu atap bernama Subadra yang ayu, ramah dan penuh sifat keibuan. Srikandi (Sri=rejeki, kandi=tempat beras= tempat rejeki), berwajah manis, menarik dan larasati wanita luwes, cantik penuh dengan rasa cinta kasih. Bukankah istri harus berfungsi sebagai ibu, teman dan kekasih? Belum lagi jumlah senjatanya. Ia memiliki Pasopati = Pemusnah angkara. Ardadedali = peluru kendali. Pulanggeni = pembakar seperti api. Pendek kata ia adalah seorang penembak jitu dan tepat.
Kalau zaman pewayangan dahulu sudah ada tanda-tanda kehormatan, dan emblem, maka pasti pundak dan dadanya akan penuh dengan segala macam logam, bintang, pita, kalung dan selempang, dan lemarinya pasti penuh dengan kertas-kertas ijazah dan piala. Namun itu semua tidak ia pakai. Arjuna wayangnya polos tanpa ornamen dan perhiasan tetapi justru disebut terbagus.
Memang Arjuna lambang (jiwa) yang baik pekertinya, jantan perbuatannya, dan mahasakti keperwiraannya.
ARJUNA, PROFIL CENDEKIAWAN
YANG BERJIWA MIYAR-MIYUR
Miyar-miyur jangan disamakan dengan plin-plan. Plin-plan, satu sikap yang menjurus ke jiwa pengecut. Sedangkan orang yang berjiwa miyar-miyur itu mungkin karena maunya baik dengan semua orang. Sehingga ia tidak sampai hati kalau menolak pandangan/ajakan orang lain. Tegasnya manusia yang berjiwa miyar-miyur adalah orang yang tidak mampu mangatakan “tidak” sekalipun bertentangan dengan hati nuraninya. Karena tidak sampai hati menyakiti orang lain.
Contoh:
1. Sewaktu Sri Kresna akan diutus sebagai duta ke Astina untuk “njubel Negara”, Sri Kresna sebelum berangkat menanyakan pendapat satu per satu ke 5 pandawa. Dalam hal ini Puntadewa menyatakan kalau trah Kurawa mau tetap “nggegegi”/mempertahankan Astina, ya berikan saja.Wijasena berpendirian, Astina adalah hak Pandawa. Kalau Kurawa “Nggegegi” dengan kekerasan, kitapun harus lawan dengan kekerasan (perang).
2. Ketika minta pada Dewa bersama dengan Sri Kresna supaya dalam perang Baratayuda menang, Arjuna ditanya oleh Dewa, apa permintaannya. Jawabannya, supaya menang dalam perang Baratayuda, dan Pandawa 5 selamat. Mendengar jawaban ini, Kresna terperanjat dan menyatakan kalau begitu yang selamat hanya Pandawa 5. Anak-anak Pandawa akan habis.Mendengar ini Arjuna menyesal.Tapi apa boleh buat,sudah terlanjur,tidak bias di ulang lagi. Maka dalam Baratayuda yang selamat tinggal Pandawa 5. Putra-putra Pandawa mati semua, sekalipun Pandawa menang perang.
3. Waktu sedang berkecamuknya perang Baratayuda, Abimanyu telah gugur dalam medan perang. Arjuna jadi linglung da menyatakan pada Sri Kresna:
Lebih baik tidak usah diteruskan saja, perang Baratayuda ini, toh yang saya cita-citakan, yaitu Abimanyu yang bisa menggantikan raja telah gugur. Jadi tidak ada gunanya kalau perang diteruskan, serahkan saja Astina kepada Kurawa. Mendengar ucapan ini Sri Kresna jadi tertawa dan memberikan nasehat banyak pada Arjuna.
Kesimpulan:
Jadi dari ketiga contoh di atas, Arjuna itu kalau dihadapkan pada suatu problem, ibarat orang yang berdiri di perempatan jalan dia bingung, mau ke utara, ke timur ke barat atau ke selatan. Di baru teguh dan tahu jalannya menuju sasarannya, setelah didampingi Sri Kresna atau Semar.
ARJUNA TERSANDAR DI KERETA KRESNA
SEBAGAI EKSTASE MISTIK
Seperti kita ketahui, bahwa Baratayuda adalah suatu perang besar antara keluarga Pandawa melawan Keluarga Kurawa untuk mempertahankan keadilan, kebenaran dan untuk menuntut kembali hak Negara Indrapresta dan Negara Astina yang sudah bertahun-tahun lamanya dijadikan jajahan oleh Kurawa. Akibat adanya pertentangan prinsip yang sudah sangat kritis, maka pada suatu hari yang fatal bertemulah segala kekuatan fisik dan militer yang sudah sejak lama dipersiapkan di medan laga Kurusetra.
Di sini Arjuna meminta pada Sri Kresna agar kereta pusaka Kyai Jaladara diajukan ke medan perang. Sri Kresna yang pada waktu itu bertindak sebagai botoh dan kusir (saisnya). Arjuna segera meniup sang Sangka Panjajaya sebagai pertanda komando siap menuju ke medan perang. Dalam suatu waktu sekecap mata kereta Jaladara sampai di tengah medan laga Kurusetra. Setelah Arjuna melihat musuh yang dihadapinya adalah saudara-saudara sepupunya, kakak, adik, guru, paman, mertua kekasih , maka seketika itu juga menjadi ragu-ragulah Arjuna, terkulai, lemas layu sayu, dan bersedih hati.
Katanya:
“Oh, Kanda Kresna, setelah hamba melihat semua itu sanak saudara kami sendiri, yang berhadapan untuk saling bunuh membunuh, tiba-tiba hamba tidak mempunya kekuatan sedikitpun. Berdirilah bulu roma hamba, mulut hamba terasa kering, badan hamba bergetar, kulit hamba panas seperti terbakar, dan hamba tak kuasa berdiri lagi
Bahkan hamba kehilangan semangat dan kemauan lagi. Apakah itu bukan tanda yang buruk? Hamba tidak menginginkan kemenangan. Tidak menginginkan kesenangan dan kekuasaan apapun. Apa artinya kerajaan dan kekuasaan kalau didapat dengan cara membunuh saudara, guru dan keluarga sendiri. Apa itu bukan suatu dosa yang besar bagi seorang hamba yang tiada melawan tiada bersenjata. Biarlah kemenangan dia miliki. Apakah ini bukan jalan yang paling utama.”
Demikianlah keluh Arjuna sambil membuang busur serta anak panahnya, dan jatuhlah Arjuna bersandar diatas kareta yang masih berada di tengah-tengah medan laga.
Sabda Sri Kresna dengan penih kebijaksanaan:
“Hai Arjuna, bagaimana dan darimana kamu dapat merasa putus asa dan ragu-ragu setelah melihat musuhmu? Lenyapkanlah segala rendah diri dan nista, karena itu tidak pantas, tunjukkanlah sifat kejantananmu.angkatlah senjatamu, majulah perang dengan gagah berani.”
Dengan rasa pilu Arjuna menghadap :
“Duh kanda Kresna bagaimana mungkin hamba dapat melepaskan anak panah kepada eyang Bisma dan Brahmana Drona dua panglima yang harus dihormati oleh siapapun. Walau hamba diberi kuasa tiga Buana, hamba tak sanggup dan tak kuasa membunuh keluarga hanya untuk kesenangan duniawi. Sebab itu semua kami anggap dosa besar, karena Eyang Bisma yang mengasuh hamba sejak kecil sampai dewasa, sedang Brahmana Drona adalah guru hamba, beliaulah yang memberi ilmu perang kepasa hamba. Mohon kiranya kanda Kresna memberi petunjuk pada kami yang sedang bimbang dan ragu.
Tunjukkan kewajiban hamba, hamba tidak mengetahui apakah yang dapat melenyapkan kesetiaan hamba. Hamba tidak mau berperang, untuk merebut kesenangan yang tak seberapa nilainya, kalau jalan yang harus ditempuh dengan cara membunuh saudara sedaging. Duh Kanda Kresna, mohon Baratayuda dihentikan sekian saja.”
Dengan sangat terharu Sri Kresna beringsut maju seraya menanggapi rasa kesedihan Arjuna, sabdanya:
“Hai Arjuna kesayangan Dewata, kamu ternyata menyedihkan hal yang tidak perlu kau susahkan. Segala apa yang kau ucapkan adalah benar, kalau dilihat dari kacamat Brahmana. Tapi ingatkan kamu bukan Brahmana, tetapi seorang Satria.
Satria mempunyai tugas dan kewajiban mempertahankan dan menyelamatkan Negara dan Bangsa serta membela segala bentuk keadilan dan kebenaran. Jalankanlah kewajibanmu kalau kamu ingin disebut Satria Sejati. Jangan kau kira perang Baratayuda ini persoalan merebut tahta kerajaan dan kesenangan duniawi.
Sama sekali jauh dari itu. Kamu jangan mempersoalkan mati dan hidup, senang dan susah itu semuanya tidak langgeng. Ingatlah bahwa yang menjelma di badan manusia itu selamanya ada, dan akan terus ada, juga tak akan dirusakkan oleh apapun, dia tidak luka karena senjata, dia tidak akan terbakar karena api. Tidak akan basah karena air dan tidak akan kering karena panas dan dingin. Jadi tidak pantas kalau orang menyusahkan kerusakan manusia. Yang rusak hanyalah raganya. Yang utama bagi satria adalah menjalankan tugas dan kewajibannya, yang begitu tinggi dan dalam, sehingga menjadi kewajiban terhadap Tuhan sendiri, yakni karmamu. Hai Arjuna, karmamu adalah mempertahankan dan menyelamatkan Negara dan bangsamu.
Bagi satria tidak ada yang lebih mulia daripada menjalankan kewajiban yang telah dititahkannya.
Kewajiban perang inipun termasuk juga didalamnya. Berbahagialah satria yang mendapat kesempatan menunaikan dharmanya. Karena itu mereka seolah-olah pintu gerbang sorga telah terbuka. Tetapi jika engkau tidak melaksanakan kewajibanmu sebagai satria, maka selain engkau membuang-buang kemasyuranmu, engkaupun berdosa. Semua orang akan menghinamu selama-lamanya, dan bagi orang terhormat, noda ini lebih hebat daripada kematian di medan perang.
Juga lawan-lawan akan menganggap engkau pengecut, apabila engkau meninggalkan medan laga. Hai adikku Arjuna, antara mati ada mati yang paling hina, yaitu apabila satria mati adilnya, prajurit mati keberaniannya, pandita mati kejujurannya, dan wanita mati rasa malunya.
Apabila engkau kelak gugur di medan perang, engkau akan menikmati kekuasaan di atas bumi, dihormati sesamamu, dan engkau akan dikatakan gugur sebagai pahlawan bangsa, harum namamu. Maka dari itu bangkitlah!!! Hai Arjuna, periksalah dengan seksama, henengken kalbumu, heningkan ciptamu, dan sekarang dengarkan perkataanku dengan sepenuh hatimu. Bahwa jasa baik dan keutamaan Eyang Bisma, wajib pula kamu balas dengan kebaikan pula, tetapi bukan disini tempatnya. Di sini bukan pawiyatan, dan bukan pertemuan keluarga, tapi medan pertempuran. Siapa lengah akan mati. Bagi satria, di dalam pertempuran sudah tidak ada bedanya guru dan murid, eyang dan cucu, yang ada hanyalah musuh dan teman. Walaupun saudara, kalau jelas ia membantu musuh, maka wajib disirnakan. Hai Arjuna, majulah perang, kerjakan segala kewajibanmu tanpa menghitung/menghiraukan apa akan hasilnya”
Wayang adalah salah satu cara untuk mengenal diri (manusia). Karena dalam pergelaran wayang sesungguhnya digelarkan atau dipertunjukkan suatu lakon dari hidup dan kehidupan manusia. Maka setelah melihat wayang selalu akan timbul pertanyaan yang sudah lama, tetapi masih tetap baru yaitu: Apakah manusia itu? Siapakah aku ini?
Dengan mengetengahkan wayang sebagai salah satu sarana untuk mengenal manusia, maka diharapkan walau hanya setetes, dapat merupakan sumbangan pikiran dalam samudranya ilmu pengetahuan tentang wajah manusia seutuhnya, yaitu manusia riil, konkrit, wajar, apa adanya dan apa yang sebenarnya. Jadi dengan melihat wayang dan mengenal wayang, diharapkan bahwa manusia menjadi sadar akan dirinya,, bahwa dirinya memang betul-betul ada dan adanya lengkap dengan dunianya. Manusia diharapkan dapat menghadapi dunianya serta mampu menghadapi dunianya dan menemukan dirinya. Atau dengan kata lain, bahwa para pengamat wayang diharapkan mampu menjadi subjek sekaligus sebagai objek. Pendek kata manusia adalah objek sekaligus subjek.
Wayang telah menyajikan “tontonan hidup” kepada kita, bahwa untuk menghadapai, menemukan dan mengenal diri sendiri ini, manusia ternyata tidak cukup menggunakan akal budi atau berfilsafat saja, tetapi dengan cara lain, misalnya: kontemplasi, bertafakur, menyepi. Di dalam wayang kenyataan hidup, dan hidup itu sendiri akan digelar, dipentaskan secara simbolis sebagai suatu lakon, sekarang tingkal manusia sendiri menguak, mengkaji dan membedahnya.
Jadi untuk memahami wayang sangat tergantung kepada alat atau pisau bedah yang dimilikinya untuk membedah simbolisme dalam wayang. Memang semuanya itu memerlukan waktu, kesabaran dan kedewasaan dalam olah pikir, olah nalar olah rasa.
ARJUNA BUKAN DON JUAN TETAPI
SATRIA JANTAN MAHASAKTI
Banyak salah tafsir tentang Arjuna. Ia dikira “thukmis bathuk klimis”, Don Juan. Arjuna bukan Don Juan ataupun nama sebutannya bagi orang yang “mata keranjang’ terhadap wanita cantik. Mengapa karena wayang adalah bahasa symbol, bukan pergelaran sejarah yang bersifat lahiriyah. Tetapi lebih bersifat rohaniah yang “tan wadag”. Oleh karena itu, janganlah terlalu diartikan secara lahiriah. Wayang adalah bahasa hidup dari kehidupan itu sendiri. Arjuna berarti air jernih dalam “jun” atau jambangan,. Ia adalah symbol dari (jiwa) manusia yang jernih pikirannya laksana jernihnya air dalam jambangan.
Ia juga bernama Kuntodi, yang berarti panah tajam yang ampuh. Ia merupakan symbol dari manusia yang memiliki jiwa dan daya pikir yang tajam melibihi tajamnya panah sakti. Pendek kata, kalau ia menempuh ujian atau testing apapun pasti lulus dengan predikat cum laude, sangat mamuaskan. Kiranya wajar kalau sang guru Drona sangat mencintainya, demikian pula banyak orang mencintainya.
Ia juga bernama Janaka, yang berasal dari suku kata “Jana” dan “ka”. “Jana” = manusia dan “ka” = azas/sebutan untuk laki-laki atau jantan. Jadi Janaka berarti manusia laki-laki atau jantan. Disamping itu juga berarti: tukang menurunkan. Ia bukan saja jantan secara biologis, tetapi jantan dalam watak dan perbuatannya, maka ia mendapat gelar “lelananging jagad” .
Seperti halnya manusia, setiap pria tentu beristerikan wanita, jantan dengan betina, tentu saja setiap Janaka (manusia laki-laki) harus beristerikan putri (manusia perempuan). Wanita atau betina dalam jagad filsafat merupakan simbol dari kesaktian. Janaka atau Lingga dan kesaktiannya yang berupa tenaga dan kekuatan itu tak dapat dipisahkan. Pendek kata Janaka atau Lingga itu azas laki-laki (male), sedang sakti dan Yoni aza perempuan (female).
Begitu juga pahlawan atau prajurit, sehabis menang perang biasanya mendapat bintang sakti atau kalungan rangkaian bunga. Kalau dalam dunia wayang kalungan bunga dan kesaktian Janaka diwujudkan berupa wanita. Pendek kata Isteri dan nama Arjuna itu menunjukan kesaktian dan jabatannya.
Selain nama gelarnya di atas, Arjuna bernama Karitin = raja di Kahyangan, Wibatsu, Gudakesa = prajurit mahasakti, Ciptoning = pendeta bersih. Kalau dahulu sudah ada kartu nama, maka untuk menulis jabatan dan titelnya saja pasti memerlukan kertas lebar. Pendek kata ia Satria Jantan Maha Sakti. Bukankah setiap ibu menginginkan anaknya bersipat satria, jantan, sakti, genius, dan berpekerti baik ?
Isteri Arjuna yang tinggal bersama dalam satu atap bernama Subadra yang ayu, ramah dan penuh sifat keibuan. Srikandi (Sri=rejeki, kandi=tempat beras= tempat rejeki), berwajah manis, menarik dan larasati wanita luwes, cantik penuh dengan rasa cinta kasih. Bukankah istri harus berfungsi sebagai ibu, teman dan kekasih? Belum lagi jumlah senjatanya. Ia memiliki Pasopati = Pemusnah angkara. Ardadedali = peluru kendali. Pulanggeni = pembakar seperti api. Pendek kata ia adalah seorang penembak jitu dan tepat.
Kalau zaman pewayangan dahulu sudah ada tanda-tanda kehormatan, dan emblem, maka pasti pundak dan dadanya akan penuh dengan segala macam logam, bintang, pita, kalung dan selempang, dan lemarinya pasti penuh dengan kertas-kertas ijazah dan piala. Namun itu semua tidak ia pakai. Arjuna wayangnya polos tanpa ornamen dan perhiasan tetapi justru disebut terbagus.
Memang Arjuna lambang (jiwa) yang baik pekertinya, jantan perbuatannya, dan mahasakti keperwiraannya.
ARJUNA, PROFIL CENDEKIAWAN
YANG BERJIWA MIYAR-MIYUR
Miyar-miyur jangan disamakan dengan plin-plan. Plin-plan, satu sikap yang menjurus ke jiwa pengecut. Sedangkan orang yang berjiwa miyar-miyur itu mungkin karena maunya baik dengan semua orang. Sehingga ia tidak sampai hati kalau menolak pandangan/ajakan orang lain. Tegasnya manusia yang berjiwa miyar-miyur adalah orang yang tidak mampu mangatakan “tidak” sekalipun bertentangan dengan hati nuraninya. Karena tidak sampai hati menyakiti orang lain.
Contoh:
1. Sewaktu Sri Kresna akan diutus sebagai duta ke Astina untuk “njubel Negara”, Sri Kresna sebelum berangkat menanyakan pendapat satu per satu ke 5 pandawa. Dalam hal ini Puntadewa menyatakan kalau trah Kurawa mau tetap “nggegegi”/mempertahankan Astina, ya berikan saja.Wijasena berpendirian, Astina adalah hak Pandawa. Kalau Kurawa “Nggegegi” dengan kekerasan, kitapun harus lawan dengan kekerasan (perang).
2. Ketika minta pada Dewa bersama dengan Sri Kresna supaya dalam perang Baratayuda menang, Arjuna ditanya oleh Dewa, apa permintaannya. Jawabannya, supaya menang dalam perang Baratayuda, dan Pandawa 5 selamat. Mendengar jawaban ini, Kresna terperanjat dan menyatakan kalau begitu yang selamat hanya Pandawa 5. Anak-anak Pandawa akan habis.Mendengar ini Arjuna menyesal.Tapi apa boleh buat,sudah terlanjur,tidak bias di ulang lagi. Maka dalam Baratayuda yang selamat tinggal Pandawa 5. Putra-putra Pandawa mati semua, sekalipun Pandawa menang perang.
3. Waktu sedang berkecamuknya perang Baratayuda, Abimanyu telah gugur dalam medan perang. Arjuna jadi linglung da menyatakan pada Sri Kresna:
Lebih baik tidak usah diteruskan saja, perang Baratayuda ini, toh yang saya cita-citakan, yaitu Abimanyu yang bisa menggantikan raja telah gugur. Jadi tidak ada gunanya kalau perang diteruskan, serahkan saja Astina kepada Kurawa. Mendengar ucapan ini Sri Kresna jadi tertawa dan memberikan nasehat banyak pada Arjuna.
Kesimpulan:
Jadi dari ketiga contoh di atas, Arjuna itu kalau dihadapkan pada suatu problem, ibarat orang yang berdiri di perempatan jalan dia bingung, mau ke utara, ke timur ke barat atau ke selatan. Di baru teguh dan tahu jalannya menuju sasarannya, setelah didampingi Sri Kresna atau Semar.
ARJUNA TERSANDAR DI KERETA KRESNA
SEBAGAI EKSTASE MISTIK
Seperti kita ketahui, bahwa Baratayuda adalah suatu perang besar antara keluarga Pandawa melawan Keluarga Kurawa untuk mempertahankan keadilan, kebenaran dan untuk menuntut kembali hak Negara Indrapresta dan Negara Astina yang sudah bertahun-tahun lamanya dijadikan jajahan oleh Kurawa. Akibat adanya pertentangan prinsip yang sudah sangat kritis, maka pada suatu hari yang fatal bertemulah segala kekuatan fisik dan militer yang sudah sejak lama dipersiapkan di medan laga Kurusetra.
Di sini Arjuna meminta pada Sri Kresna agar kereta pusaka Kyai Jaladara diajukan ke medan perang. Sri Kresna yang pada waktu itu bertindak sebagai botoh dan kusir (saisnya). Arjuna segera meniup sang Sangka Panjajaya sebagai pertanda komando siap menuju ke medan perang. Dalam suatu waktu sekecap mata kereta Jaladara sampai di tengah medan laga Kurusetra. Setelah Arjuna melihat musuh yang dihadapinya adalah saudara-saudara sepupunya, kakak, adik, guru, paman, mertua kekasih , maka seketika itu juga menjadi ragu-ragulah Arjuna, terkulai, lemas layu sayu, dan bersedih hati.
Katanya:
“Oh, Kanda Kresna, setelah hamba melihat semua itu sanak saudara kami sendiri, yang berhadapan untuk saling bunuh membunuh, tiba-tiba hamba tidak mempunya kekuatan sedikitpun. Berdirilah bulu roma hamba, mulut hamba terasa kering, badan hamba bergetar, kulit hamba panas seperti terbakar, dan hamba tak kuasa berdiri lagi
Bahkan hamba kehilangan semangat dan kemauan lagi. Apakah itu bukan tanda yang buruk? Hamba tidak menginginkan kemenangan. Tidak menginginkan kesenangan dan kekuasaan apapun. Apa artinya kerajaan dan kekuasaan kalau didapat dengan cara membunuh saudara, guru dan keluarga sendiri. Apa itu bukan suatu dosa yang besar bagi seorang hamba yang tiada melawan tiada bersenjata. Biarlah kemenangan dia miliki. Apakah ini bukan jalan yang paling utama.”
Demikianlah keluh Arjuna sambil membuang busur serta anak panahnya, dan jatuhlah Arjuna bersandar diatas kareta yang masih berada di tengah-tengah medan laga.
Sabda Sri Kresna dengan penih kebijaksanaan:
“Hai Arjuna, bagaimana dan darimana kamu dapat merasa putus asa dan ragu-ragu setelah melihat musuhmu? Lenyapkanlah segala rendah diri dan nista, karena itu tidak pantas, tunjukkanlah sifat kejantananmu.angkatlah senjatamu, majulah perang dengan gagah berani.”
Dengan rasa pilu Arjuna menghadap :
“Duh kanda Kresna bagaimana mungkin hamba dapat melepaskan anak panah kepada eyang Bisma dan Brahmana Drona dua panglima yang harus dihormati oleh siapapun. Walau hamba diberi kuasa tiga Buana, hamba tak sanggup dan tak kuasa membunuh keluarga hanya untuk kesenangan duniawi. Sebab itu semua kami anggap dosa besar, karena Eyang Bisma yang mengasuh hamba sejak kecil sampai dewasa, sedang Brahmana Drona adalah guru hamba, beliaulah yang memberi ilmu perang kepasa hamba. Mohon kiranya kanda Kresna memberi petunjuk pada kami yang sedang bimbang dan ragu.
Tunjukkan kewajiban hamba, hamba tidak mengetahui apakah yang dapat melenyapkan kesetiaan hamba. Hamba tidak mau berperang, untuk merebut kesenangan yang tak seberapa nilainya, kalau jalan yang harus ditempuh dengan cara membunuh saudara sedaging. Duh Kanda Kresna, mohon Baratayuda dihentikan sekian saja.”
Dengan sangat terharu Sri Kresna beringsut maju seraya menanggapi rasa kesedihan Arjuna, sabdanya:
“Hai Arjuna kesayangan Dewata, kamu ternyata menyedihkan hal yang tidak perlu kau susahkan. Segala apa yang kau ucapkan adalah benar, kalau dilihat dari kacamat Brahmana. Tapi ingatkan kamu bukan Brahmana, tetapi seorang Satria.
Satria mempunyai tugas dan kewajiban mempertahankan dan menyelamatkan Negara dan Bangsa serta membela segala bentuk keadilan dan kebenaran. Jalankanlah kewajibanmu kalau kamu ingin disebut Satria Sejati. Jangan kau kira perang Baratayuda ini persoalan merebut tahta kerajaan dan kesenangan duniawi.
Sama sekali jauh dari itu. Kamu jangan mempersoalkan mati dan hidup, senang dan susah itu semuanya tidak langgeng. Ingatlah bahwa yang menjelma di badan manusia itu selamanya ada, dan akan terus ada, juga tak akan dirusakkan oleh apapun, dia tidak luka karena senjata, dia tidak akan terbakar karena api. Tidak akan basah karena air dan tidak akan kering karena panas dan dingin. Jadi tidak pantas kalau orang menyusahkan kerusakan manusia. Yang rusak hanyalah raganya. Yang utama bagi satria adalah menjalankan tugas dan kewajibannya, yang begitu tinggi dan dalam, sehingga menjadi kewajiban terhadap Tuhan sendiri, yakni karmamu. Hai Arjuna, karmamu adalah mempertahankan dan menyelamatkan Negara dan bangsamu.
Bagi satria tidak ada yang lebih mulia daripada menjalankan kewajiban yang telah dititahkannya.
Kewajiban perang inipun termasuk juga didalamnya. Berbahagialah satria yang mendapat kesempatan menunaikan dharmanya. Karena itu mereka seolah-olah pintu gerbang sorga telah terbuka. Tetapi jika engkau tidak melaksanakan kewajibanmu sebagai satria, maka selain engkau membuang-buang kemasyuranmu, engkaupun berdosa. Semua orang akan menghinamu selama-lamanya, dan bagi orang terhormat, noda ini lebih hebat daripada kematian di medan perang.
Juga lawan-lawan akan menganggap engkau pengecut, apabila engkau meninggalkan medan laga. Hai adikku Arjuna, antara mati ada mati yang paling hina, yaitu apabila satria mati adilnya, prajurit mati keberaniannya, pandita mati kejujurannya, dan wanita mati rasa malunya.
Apabila engkau kelak gugur di medan perang, engkau akan menikmati kekuasaan di atas bumi, dihormati sesamamu, dan engkau akan dikatakan gugur sebagai pahlawan bangsa, harum namamu. Maka dari itu bangkitlah!!! Hai Arjuna, periksalah dengan seksama, henengken kalbumu, heningkan ciptamu, dan sekarang dengarkan perkataanku dengan sepenuh hatimu. Bahwa jasa baik dan keutamaan Eyang Bisma, wajib pula kamu balas dengan kebaikan pula, tetapi bukan disini tempatnya. Di sini bukan pawiyatan, dan bukan pertemuan keluarga, tapi medan pertempuran. Siapa lengah akan mati. Bagi satria, di dalam pertempuran sudah tidak ada bedanya guru dan murid, eyang dan cucu, yang ada hanyalah musuh dan teman. Walaupun saudara, kalau jelas ia membantu musuh, maka wajib disirnakan. Hai Arjuna, majulah perang, kerjakan segala kewajibanmu tanpa menghitung/menghiraukan apa akan hasilnya”
PERKEMBANGAN AKSARA-AKSARA DI INDONESIA
Oleh: Yoppy Y.
Salah satu dari berbagai cara manusia membudayakan dirinya ialah dengan bahasa, yang merupakan alat komunikasi antar sesama. Bahasa itu kemudian diungkapkan juga dengan simbol atau lambang sebagai bahasa tulis disamping bahasa lisan.
Komunikasi adalah poros dari perkembangan kebudayaan manusia di dunia dan komunikasi yang efisien adalah gambar. Manusia mengalami sesuatu dengan melihat, kemudian mendengar. Melalui daya ingat dan penglihatan, maka timbulah bahasa gambar. Bahasa gambar pun berkembang tatkala manusia berbahasa lisan, dari bahasa lisan manusia mengungkapkan gambar-gambar tadi menjadi simbol atau gambar abstrak yang menjadi huruf-huruf sebagai alat penyampaian pesan kepada manusia lain secara tidak langsung. Perkembangan itu pun tak lepas dari saling menyempurnakan dan memberi karakter dan daya dari typografi yang berkembang pada masa itu. Sampai sekarang mungkin sudah beribu-ribu karakter yang sudah terciptakan untuk typografi ini.
Keanekaragaman aksara-aksara Indonesia tidak terlepas dari akulturasi budaya asli Indonesia dengan budaya luar baik itu Arab, India, Persia, Cina dan Eropa. Menurut (J.G. de Casparis, 2002:20) selain memakai huruf Arab untuk teks keagamaan setelah abad ke-11 dan huruf Latin untuk periode yang lebih muda, semua aksara di Indonesia dapat dirunut asal usulnya pada aksara purwarupa India. Purwarupa hampir semua aksara Indonesia adalah aksara yang dipakai khusus oleh raja-raja Pallawa di India Selatan abad ke-14 sampai abad ke-9 M. Pengetahuan kita tentang perkembangan sebelumnya didasarkan pada tulisan-tulisan di atas batu atau logam dari bagian barat Indonesia dan Malaysia.
- Bukti
Sekitar 3000 prasasti diketahui berasal dari zaman kuno Indonesia. Banyak prasasti-prasasti yang hampir hilang terkikis oleh waktu ini ditulis dalam berbagai bahasa: Sansakerta, Melayu Kuno, Jawa Kuno, Bali Kuno, Arab dan Tamil. Membaca dan mengartikan prasasti-prasasti Sansakerta agak lebih mudah karena ditulis dalam bentuk puisi bermetrum India yang membantu kita menebak bagian yang tidak ada atau yang meragukan. Prasasti di Jawa paling banyak berhubungan dengan penetapan sima, yakni perpindahan hak pengumpulan pajak dengan imbalan pemberian lahan atau jasa kepada sebuah lembaga agama di daerah bersangkutan.
- Aksara Pertama
Dalam buku Indonesia Herritage (J.G. de Casparis, 2002:20), menerangkan bahwa, antara abad ke-4 dan ke-8, ada prasasti Sansakerta yang ditulis dalam aksara “pallawa” mirip dengan yang dipakai di India Selatan, Srilangka, dan daratan Asia Tenggara. Bentuk huruf-huruf ini berada antara huruf silabik dan huruf alfabetik. Tidak ada prasasti bertanggal sebelum akhir abad ke-7 dan umur-umur prasasti sebelumnya hanya dapat diperkirakan dengan membandingkan dengan prasasti yang diketahui umurnya di Asia Selatan.
Berikut penjelasan aksara selanjutnya menurut (J.G. de Casparis, 2002:21),
- Aksara Kawi awal
Prasasti Dinoyo dari bagian timur Jawa, tahun 760 M, merupakan contoh kawi atau aksara Jawa Kuno yang paling tua. Meski ada hubungan dengan aksara Pallawa akhir, namun mempunyai ciri khas. Huruf-hurufnya agak menyambung dan sifat monumentalnya telah hilang. Sehingga terkesan berdasar pada suatu sistem yang dirancang untuk menulis pada daun lontar dengan pena seperti naskah-naskah. Aksara ini jelas, berfungsi, dan bertahan dengan hanya sedikit perubahan pada gayanya sampai akhir abad ke-15. Tidak seperti tulisan Palawa yang ditemukan di seluruh Asia selatan dan tenggara dalam bentuk yang hampir sama, huruf Kawi awal khas Jawa dan menunjukkan awal mula bentuk-bentuk proto-regional.
Meskipun aksara Kawi awal sangat sesuai untuk mengungkapkan berbagai bahasa Indonesia, asal-mula lambang-lambang dalam bahasa Jawa kuno tidak diketahui karena berbeda dengan yang dipakai di India atau di daratan Asia Tenggara. Cukup banyak contoh “Kawi Kuno” dari tahun 850-925 M yang kebanyakan ditulis pada dua raja. Kayuwangi (856-882) dan Balitung (899-910) M, bertahta. Lebih sepertiga prasasti Jawa ditulis dengan aksara ini.
- Aksara Nagari awal
Aksara ini barangkali berasal dari India utara, mungkin berhubungan dengan biara Buda di Nalanda, sering disebut Pra Nagari sebab contoh tertua yang dikenal di India hanya berasal dari abad ke-11 dan 12.
- Akasara Kawi Akhir
Prasasti Jawa Timur dan Bali abad ke-10 sampai ke-15 terlihat semakin ada kecenderungan menambahkan unsur hiasan pada huruf dasar. Huruf-huruf aslinya tegak, ditulis dengan tekukan ganda yang anggun sehingga penampilannya langsing. Aksara-aksara abad ke-12 (periode Kadiri) kadang-kadang dibuat menjadi pola yang rumit.
- Aksara Arab
Aksara Arab-Persia terutama digunakan untuk teks keagamaan dan pada batu nisan. Salah satu contoh paling awal adalah prasasti Leran, Jawa bagian timur, abad ke-11, ditulis dengan huruf “Kufi”. Batu nisan Raja Malikus’s-Saleh di Sumatra bagian utara (1297) ditulis dengan huruf Arab biasa, demikian juga nisan Malik Ibrahim di Jawa bagian Jawa bagian timur tahun 1429.
Salah satu dari berbagai cara manusia membudayakan dirinya ialah dengan bahasa, yang merupakan alat komunikasi antar sesama. Bahasa itu kemudian diungkapkan juga dengan simbol atau lambang sebagai bahasa tulis disamping bahasa lisan.
Komunikasi adalah poros dari perkembangan kebudayaan manusia di dunia dan komunikasi yang efisien adalah gambar. Manusia mengalami sesuatu dengan melihat, kemudian mendengar. Melalui daya ingat dan penglihatan, maka timbulah bahasa gambar. Bahasa gambar pun berkembang tatkala manusia berbahasa lisan, dari bahasa lisan manusia mengungkapkan gambar-gambar tadi menjadi simbol atau gambar abstrak yang menjadi huruf-huruf sebagai alat penyampaian pesan kepada manusia lain secara tidak langsung. Perkembangan itu pun tak lepas dari saling menyempurnakan dan memberi karakter dan daya dari typografi yang berkembang pada masa itu. Sampai sekarang mungkin sudah beribu-ribu karakter yang sudah terciptakan untuk typografi ini.
Keanekaragaman aksara-aksara Indonesia tidak terlepas dari akulturasi budaya asli Indonesia dengan budaya luar baik itu Arab, India, Persia, Cina dan Eropa. Menurut (J.G. de Casparis, 2002:20) selain memakai huruf Arab untuk teks keagamaan setelah abad ke-11 dan huruf Latin untuk periode yang lebih muda, semua aksara di Indonesia dapat dirunut asal usulnya pada aksara purwarupa India. Purwarupa hampir semua aksara Indonesia adalah aksara yang dipakai khusus oleh raja-raja Pallawa di India Selatan abad ke-14 sampai abad ke-9 M. Pengetahuan kita tentang perkembangan sebelumnya didasarkan pada tulisan-tulisan di atas batu atau logam dari bagian barat Indonesia dan Malaysia.
- Bukti
Sekitar 3000 prasasti diketahui berasal dari zaman kuno Indonesia. Banyak prasasti-prasasti yang hampir hilang terkikis oleh waktu ini ditulis dalam berbagai bahasa: Sansakerta, Melayu Kuno, Jawa Kuno, Bali Kuno, Arab dan Tamil. Membaca dan mengartikan prasasti-prasasti Sansakerta agak lebih mudah karena ditulis dalam bentuk puisi bermetrum India yang membantu kita menebak bagian yang tidak ada atau yang meragukan. Prasasti di Jawa paling banyak berhubungan dengan penetapan sima, yakni perpindahan hak pengumpulan pajak dengan imbalan pemberian lahan atau jasa kepada sebuah lembaga agama di daerah bersangkutan.
- Aksara Pertama
Dalam buku Indonesia Herritage (J.G. de Casparis, 2002:20), menerangkan bahwa, antara abad ke-4 dan ke-8, ada prasasti Sansakerta yang ditulis dalam aksara “pallawa” mirip dengan yang dipakai di India Selatan, Srilangka, dan daratan Asia Tenggara. Bentuk huruf-huruf ini berada antara huruf silabik dan huruf alfabetik. Tidak ada prasasti bertanggal sebelum akhir abad ke-7 dan umur-umur prasasti sebelumnya hanya dapat diperkirakan dengan membandingkan dengan prasasti yang diketahui umurnya di Asia Selatan.
Berikut penjelasan aksara selanjutnya menurut (J.G. de Casparis, 2002:21),
- Aksara Kawi awal
Prasasti Dinoyo dari bagian timur Jawa, tahun 760 M, merupakan contoh kawi atau aksara Jawa Kuno yang paling tua. Meski ada hubungan dengan aksara Pallawa akhir, namun mempunyai ciri khas. Huruf-hurufnya agak menyambung dan sifat monumentalnya telah hilang. Sehingga terkesan berdasar pada suatu sistem yang dirancang untuk menulis pada daun lontar dengan pena seperti naskah-naskah. Aksara ini jelas, berfungsi, dan bertahan dengan hanya sedikit perubahan pada gayanya sampai akhir abad ke-15. Tidak seperti tulisan Palawa yang ditemukan di seluruh Asia selatan dan tenggara dalam bentuk yang hampir sama, huruf Kawi awal khas Jawa dan menunjukkan awal mula bentuk-bentuk proto-regional.
Meskipun aksara Kawi awal sangat sesuai untuk mengungkapkan berbagai bahasa Indonesia, asal-mula lambang-lambang dalam bahasa Jawa kuno tidak diketahui karena berbeda dengan yang dipakai di India atau di daratan Asia Tenggara. Cukup banyak contoh “Kawi Kuno” dari tahun 850-925 M yang kebanyakan ditulis pada dua raja. Kayuwangi (856-882) dan Balitung (899-910) M, bertahta. Lebih sepertiga prasasti Jawa ditulis dengan aksara ini.
- Aksara Nagari awal
Aksara ini barangkali berasal dari India utara, mungkin berhubungan dengan biara Buda di Nalanda, sering disebut Pra Nagari sebab contoh tertua yang dikenal di India hanya berasal dari abad ke-11 dan 12.
- Akasara Kawi Akhir
Prasasti Jawa Timur dan Bali abad ke-10 sampai ke-15 terlihat semakin ada kecenderungan menambahkan unsur hiasan pada huruf dasar. Huruf-huruf aslinya tegak, ditulis dengan tekukan ganda yang anggun sehingga penampilannya langsing. Aksara-aksara abad ke-12 (periode Kadiri) kadang-kadang dibuat menjadi pola yang rumit.
- Aksara Arab
Aksara Arab-Persia terutama digunakan untuk teks keagamaan dan pada batu nisan. Salah satu contoh paling awal adalah prasasti Leran, Jawa bagian timur, abad ke-11, ditulis dengan huruf “Kufi”. Batu nisan Raja Malikus’s-Saleh di Sumatra bagian utara (1297) ditulis dengan huruf Arab biasa, demikian juga nisan Malik Ibrahim di Jawa bagian Jawa bagian timur tahun 1429.
DESAIN SURAT MELAYU RAJA-RAJA NUSANTARA
Surat Sultan Pontianak Syarif Kasim mengirimkan dua Manuskrif
kepada Raffles,1811; Image: Golden Letters, No. L. 9. Photo Courtesy Lontar
Unsur resmi dalam surat kerajaan Melayu dapat diamati pada surat yang disungging dengan indah ini. Surat-surat Melayu secara umum memiliki desain tersendiri dan kaya akan hiasannya, sehingga menghasilkan budaya seni menulis surat yang bermutu tinggi. Berikut ini adalah bagian-bagian dari desain surat Melayu, yang meliputi: kepala surat, cap/segel surat, pujian-pujian surat (bagian pertama teks surat), isi surat, penutup surat, hadiah kepada si penerima, dan iluminasi surat.
a. Kepala surat.
Yaitu ungkapan keagamaan singkat biasanya dalam bahasa Arab, ditulis di bagian atas lembaran kertas dengan khat arab yang ditumpuk atau disebut jenis khat Tsulutsi Jali. Bentuk kepala surat ini ada yang membentuk bidang segi tiga sama kaki, elips, bulat dan sembarang.. Pemilihan kata-kata dan letaknya kadangkala berubah mengikut pangkat penulis dengan penerima dan juga tujuan surat itu ditulis.
Bunyi dari kepala surat yang biasa digunakan yaitu: Qawluhu al-haqq (kataNya benar), al-syams wal qamar (matahari dan bulan) dan lain-lain. Bunyi contoh kepala surat diatas adalah “Qawluhu al-haqq wa kalamuhu al-sidq” (KataNya benar dan ucapanNYa tulus).
b. Puji-pujian
Bagian pertama teks surat mengandung puji-pujian pembukaan dinyatakan dalam bahasa resmi Melayu atau bahasa Arab yang berbunga-bunga yaitu menyatakan nama, gelar serta alamat pengirim dan penerima. Kalimat puji-pujian tersebut biasanya berbunyi:
1. “ Bahwa ini warkat tulus dan ikhlas serta suci putih hati yang tiada berhingga dan kesudahan selagi ada peridaran cakrawala matahari dan bulan, dari pada beta Seri Paduka Sultan Sultan Mahmud Syah yang mempunyai tahta kerajaan kerajaan negeri Johor dan Pahang serta daerah takluknya sekalian. Maka barang disampaikan Tuhan seru alam sekalian apalah kiranaya dating kehadapan majlis sahabat beta ialah Seri Paduka Thomas Raffles,…”
2. “ Fa-hadhihi warkat al-fathirah mim mi al-fuad al-tahirah yang termaktub dalamnya mahtasar al-kalam bi al-saaadat al-abdiat, maka diiringi pula dengan tabik diperbanyak serta hormat tulus dan ikhlas yang tiada berkeputusan madamat alilali wa al-atim ali al-dawan, ialah daripada hamba tuan Sultan Cakra Adiningrat yang menjaga pekerjaan Seri Maharaja Inggris di dalam negeri Madura adanya. Maka barang disampaikan Tuhan seru sekalian alam apalah kiranya ke bawah hadrat Tuan Yang Maha Mulia yaitu tuan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles....”
Kalimat puji-pujian ini biasanya ditebalkan atau menggunakan khat yang berbeda dari isi selanjutnya.
c. Isi
Kata arab wabadahu (‘setelah itu’) menandai akhir puji-pujian dan awal dari isi, atau inti surat sendiri yang sebenarnya. Misalnya inti dari surat Sultan Syarif Kasim (14 Pebruari 1811) ialah mengeluh kepada Raffles tentang kegiatan perompakan oleh tetangganya, Sultan dan Pangeran Anom dari Sambas.
d. Penutup Surat
Menulis penutup surat kadang-kadang diusahakan ditulis dalam satu baris sehingga ditumpuk menggunakan khat Tsulusi Jali. Selanjutnya diakhiri dengan tanggal dan tempat penulisan dalam penanggalan Islam (Hijriah). Setelah selesai penulisan surat, alamat akan ditulis pada kertas pembalut surat atau pada belakang surat itu. Khusus untuk surat raja biasanya dimaksudkan ke dalam sampul surat sutera berwarna kuning. Surat urusan diplomatik yang penting biasa disampaikan kepada utusan yang ditunjukannya disambut dengan iringan atau upacara adat beradat, sementara surat biasa dihantar oleh nakhoda atau saudagar.
e. Hadiah
Menjelang akhir bagian isi, si pengirim biasanya mengemukakan hadiah yang mengiringi suratnya, atau merupakan salam hangat. Misalnya dalam surat Sultan Pontianak Syarif Kasim memberi hadiah kepada Raffles dua buah manuskrip yaitu satu buku undang-undang dan satu Hikayat Raja Iskandar, sebab Raffles pun pernah memberi kain dan sepasang sepatu emas kepada Sultan. Selain hadiah dalam surat perpisahan dalam Surat perpisahan Panembahan Sumenep kepada Raffles (1816) dan Surat perpisahan Sultan Cakra Adiningrat Madura kepada van der Capellen (1826), disertakan pula ucapan perpisahan atau sekedar salam hangat dari keluarga Sultan.
f. Iluminasi / hiasan surat
Dalam kebiasaan seni menulis surat Melayu, cara mengatur tulisan pada kertas dipertimbangkan dari segi diplomasinya dan keindahan rupa penampilan hiasannya. Hampir keseluruhan surat yang penulis teliti ditulis dalam satu lembar kertas, tetapi kalau lebih dari satu lembar biasanya kertasnya disambung dengan lem atau perekat lainnya dan dijadikan satu lembar sehingga lebih panjang.
Dari delapan surat yang penulis teliti, kertas yang digunakan kebanyakan kertas Eropa buatan Inggris dan Belanda, hanya satu yang dibuat di atas kertas Cina yaitu surat yang paling tua dari Sultan Iskandar Muda kepada Raja James I (1615 M.). Setelah selesai penulisan surat, kemudian dilipat atau digulung sebelum diantar dan dimasukkan ke dalam amplop kain.
Surat kerajaan yang penting biasanya disungging dengan ragam hias bunga, daun, motif geometris dari perak, emas, dan warna.
g. Cap Surat
Di dunia Melayu cap disebut juga sebagai materai, tera, atau mohor dan telah digunakan selama lebih dari 1000 tahun. Bukti dari penggunaan cap yaitu ditemukannya cap Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh, yang terdapat pada dokumen yang bertarikh sekitar 1602. Dilihat dari bentuknya maupun hiasannya, mungkin Cap Melayu ini paling indah dibandingkan cap yang ditemukan di negara Islam lainnya. Dari segi pembuatan cap pun orang Melayu mungkin ada yang meniru atau terpengaruh cap Rasulullah Muhammad SAW yang terbuat dari perak yang diukir dengan kalimat syahadat. Selain perak ditemukan juga cap yang terbuat dari tembaga, batu dan batu permata yang diikat dengan logam. Mengenai pembuatan cap biasa dilakukan oleh tukang emas menurut desain yang ditetapkan oleh juru tulis.
Sebagai tinta cap atau wadana orang Melayu menggunakan jelaga lampu dan sejenis lilin atau malam. Jelaga lampu untuk warna hitam dan lilin untuk macam-macam warna. Di Timur tengah, ahli filsafat dan teologi Al-Ghazali menyebutkan bahwa tinta dibuat dari vitriol dan sejenis kacang-kacangan, bahan yang sama masih digunakan sampai sekarang di Eropa. Namun komposisinya dapat sangat bervariasi dan bahan-bahan lain juga ditambahkan sejumlah resep biasanya berasal dari para penulis itu sendiri.
Karena sedikit sekali surat Melayu yang pernah diterbitkan atau dibincangkan, kecuali secara terpisah, maka orang pribumi sekarang mungkin belum banyak mengetahui mengenai keberadaanya, apalagi memahami tingginya budaya tulis di Indonesia melalui peninggalan yang berharga ini. Berikut ini contoh-contoh gambar dan foto unsur atau bagian-bagian dari desain surat emas raja Nusantara.
kepada Raffles,1811; Image: Golden Letters, No. L. 9. Photo Courtesy Lontar
Unsur resmi dalam surat kerajaan Melayu dapat diamati pada surat yang disungging dengan indah ini. Surat-surat Melayu secara umum memiliki desain tersendiri dan kaya akan hiasannya, sehingga menghasilkan budaya seni menulis surat yang bermutu tinggi. Berikut ini adalah bagian-bagian dari desain surat Melayu, yang meliputi: kepala surat, cap/segel surat, pujian-pujian surat (bagian pertama teks surat), isi surat, penutup surat, hadiah kepada si penerima, dan iluminasi surat.
a. Kepala surat.
Yaitu ungkapan keagamaan singkat biasanya dalam bahasa Arab, ditulis di bagian atas lembaran kertas dengan khat arab yang ditumpuk atau disebut jenis khat Tsulutsi Jali. Bentuk kepala surat ini ada yang membentuk bidang segi tiga sama kaki, elips, bulat dan sembarang.. Pemilihan kata-kata dan letaknya kadangkala berubah mengikut pangkat penulis dengan penerima dan juga tujuan surat itu ditulis.
Bunyi dari kepala surat yang biasa digunakan yaitu: Qawluhu al-haqq (kataNya benar), al-syams wal qamar (matahari dan bulan) dan lain-lain. Bunyi contoh kepala surat diatas adalah “Qawluhu al-haqq wa kalamuhu al-sidq” (KataNya benar dan ucapanNYa tulus).
b. Puji-pujian
Bagian pertama teks surat mengandung puji-pujian pembukaan dinyatakan dalam bahasa resmi Melayu atau bahasa Arab yang berbunga-bunga yaitu menyatakan nama, gelar serta alamat pengirim dan penerima. Kalimat puji-pujian tersebut biasanya berbunyi:
1. “ Bahwa ini warkat tulus dan ikhlas serta suci putih hati yang tiada berhingga dan kesudahan selagi ada peridaran cakrawala matahari dan bulan, dari pada beta Seri Paduka Sultan Sultan Mahmud Syah yang mempunyai tahta kerajaan kerajaan negeri Johor dan Pahang serta daerah takluknya sekalian. Maka barang disampaikan Tuhan seru alam sekalian apalah kiranaya dating kehadapan majlis sahabat beta ialah Seri Paduka Thomas Raffles,…”
2. “ Fa-hadhihi warkat al-fathirah mim mi al-fuad al-tahirah yang termaktub dalamnya mahtasar al-kalam bi al-saaadat al-abdiat, maka diiringi pula dengan tabik diperbanyak serta hormat tulus dan ikhlas yang tiada berkeputusan madamat alilali wa al-atim ali al-dawan, ialah daripada hamba tuan Sultan Cakra Adiningrat yang menjaga pekerjaan Seri Maharaja Inggris di dalam negeri Madura adanya. Maka barang disampaikan Tuhan seru sekalian alam apalah kiranya ke bawah hadrat Tuan Yang Maha Mulia yaitu tuan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles....”
Kalimat puji-pujian ini biasanya ditebalkan atau menggunakan khat yang berbeda dari isi selanjutnya.
c. Isi
Kata arab wabadahu (‘setelah itu’) menandai akhir puji-pujian dan awal dari isi, atau inti surat sendiri yang sebenarnya. Misalnya inti dari surat Sultan Syarif Kasim (14 Pebruari 1811) ialah mengeluh kepada Raffles tentang kegiatan perompakan oleh tetangganya, Sultan dan Pangeran Anom dari Sambas.
d. Penutup Surat
Menulis penutup surat kadang-kadang diusahakan ditulis dalam satu baris sehingga ditumpuk menggunakan khat Tsulusi Jali. Selanjutnya diakhiri dengan tanggal dan tempat penulisan dalam penanggalan Islam (Hijriah). Setelah selesai penulisan surat, alamat akan ditulis pada kertas pembalut surat atau pada belakang surat itu. Khusus untuk surat raja biasanya dimaksudkan ke dalam sampul surat sutera berwarna kuning. Surat urusan diplomatik yang penting biasa disampaikan kepada utusan yang ditunjukannya disambut dengan iringan atau upacara adat beradat, sementara surat biasa dihantar oleh nakhoda atau saudagar.
e. Hadiah
Menjelang akhir bagian isi, si pengirim biasanya mengemukakan hadiah yang mengiringi suratnya, atau merupakan salam hangat. Misalnya dalam surat Sultan Pontianak Syarif Kasim memberi hadiah kepada Raffles dua buah manuskrip yaitu satu buku undang-undang dan satu Hikayat Raja Iskandar, sebab Raffles pun pernah memberi kain dan sepasang sepatu emas kepada Sultan. Selain hadiah dalam surat perpisahan dalam Surat perpisahan Panembahan Sumenep kepada Raffles (1816) dan Surat perpisahan Sultan Cakra Adiningrat Madura kepada van der Capellen (1826), disertakan pula ucapan perpisahan atau sekedar salam hangat dari keluarga Sultan.
f. Iluminasi / hiasan surat
Dalam kebiasaan seni menulis surat Melayu, cara mengatur tulisan pada kertas dipertimbangkan dari segi diplomasinya dan keindahan rupa penampilan hiasannya. Hampir keseluruhan surat yang penulis teliti ditulis dalam satu lembar kertas, tetapi kalau lebih dari satu lembar biasanya kertasnya disambung dengan lem atau perekat lainnya dan dijadikan satu lembar sehingga lebih panjang.
Dari delapan surat yang penulis teliti, kertas yang digunakan kebanyakan kertas Eropa buatan Inggris dan Belanda, hanya satu yang dibuat di atas kertas Cina yaitu surat yang paling tua dari Sultan Iskandar Muda kepada Raja James I (1615 M.). Setelah selesai penulisan surat, kemudian dilipat atau digulung sebelum diantar dan dimasukkan ke dalam amplop kain.
Surat kerajaan yang penting biasanya disungging dengan ragam hias bunga, daun, motif geometris dari perak, emas, dan warna.
g. Cap Surat
Di dunia Melayu cap disebut juga sebagai materai, tera, atau mohor dan telah digunakan selama lebih dari 1000 tahun. Bukti dari penggunaan cap yaitu ditemukannya cap Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh, yang terdapat pada dokumen yang bertarikh sekitar 1602. Dilihat dari bentuknya maupun hiasannya, mungkin Cap Melayu ini paling indah dibandingkan cap yang ditemukan di negara Islam lainnya. Dari segi pembuatan cap pun orang Melayu mungkin ada yang meniru atau terpengaruh cap Rasulullah Muhammad SAW yang terbuat dari perak yang diukir dengan kalimat syahadat. Selain perak ditemukan juga cap yang terbuat dari tembaga, batu dan batu permata yang diikat dengan logam. Mengenai pembuatan cap biasa dilakukan oleh tukang emas menurut desain yang ditetapkan oleh juru tulis.
Sebagai tinta cap atau wadana orang Melayu menggunakan jelaga lampu dan sejenis lilin atau malam. Jelaga lampu untuk warna hitam dan lilin untuk macam-macam warna. Di Timur tengah, ahli filsafat dan teologi Al-Ghazali menyebutkan bahwa tinta dibuat dari vitriol dan sejenis kacang-kacangan, bahan yang sama masih digunakan sampai sekarang di Eropa. Namun komposisinya dapat sangat bervariasi dan bahan-bahan lain juga ditambahkan sejumlah resep biasanya berasal dari para penulis itu sendiri.
Karena sedikit sekali surat Melayu yang pernah diterbitkan atau dibincangkan, kecuali secara terpisah, maka orang pribumi sekarang mungkin belum banyak mengetahui mengenai keberadaanya, apalagi memahami tingginya budaya tulis di Indonesia melalui peninggalan yang berharga ini. Berikut ini contoh-contoh gambar dan foto unsur atau bagian-bagian dari desain surat emas raja Nusantara.
Puisi Tafakur
Tafakur kudu siga cikur
ngabalur awak sakujur........
Puisi Tafakur
oleh:
YOPPY Y.
SEJATI DIRI
Berjalan di tanah basah
Licin, kotor dan berumput
Niat, tekad jadi arah perjalanan
Mohon petunjuk dan pasrah diri
Ciremai, Merapi dan Gn. Gede
Jadi saksi pencarian jati diri
Baju dua, makanan dari alam
Jadi saksi pencarian sejati
Diam di tempat semedi
Beranjak hanya tuk bersuci
Tanpa teman dan keluarga
Beranjak ke gua bila hujan
Allah ada di mana-mana
Hak Allah ada dimana-mana
Ibadah bisa dimana saja
Insyallah diripun dapat haknya
Ajaklah tubuh, alam dan ruh
Tuk memuja dan memuji Allah
Hak manusia dan hak Allah
Menyatu dan bersambut
Bandung, 2005
RENCANA DIRI
Rasa, sir, batin, akal
Berpaut, berputar, berencana
Niat baik, percaya diri, keberanian
Tekad, aplikasi dan konsistensi
Belajar dari masalah
Hidup ini adalah pencarian
Kehidupan adalah proses hidup
Alam adalah guru sejati
Al Quran di diri
Al Quran di alam
Al Quran di Kitab
Al Quran di Lahmahfudz,
Itulah petunjuk Allah
dan kendaraan hidup.
Bandung, 2005
“KAAHENGAN”
Setiap…..
udara yang masuk dalam diri
cahaya yang terlihat
angin yang terasa
semua yang ada
Pori-pori….
Adalah mata bagi tubuh dan rasa
Sensor depan dan belakang
Penglihatan dan pendengaran yang terbuka
Itulah manusia yang akan tahu dirinya
Akal dan hati….
Bersihkan diri, tafakur diri
Isi, bekali dengan Nur Ilahi
Sifat Allah yang ada dalam diri
Pancarkan dengan keyakinan dan keberanian
Bandung, 2005
AMANAT ULAR PADA PERTAPA
Batu sebagai alas
Pagi ketemu pagi
Hujan berganti panas
Alam menjadi kompas
Duduk di tempat
Menghadap sang Penguasa
Berangkat dari tempat
Hanya tuk bersuci
Tak ada jam & adzan
Matahari pun tak jelas
Rimbun pohon ganas alam
Hewan buas saling mendekat
Pasrah diri pada yang Punya
Ular pun jadi tunduk
Lilitan ular pada tubuh
Menjadi mental jati diri
Sang Ular berdesis di telinga
Melilit badan sang pertapa
Berat ular membuat bungkuk
Ia berbisik dari desisannya
Wahai manusia jangan khianat
Seperti diriku yang punya sifat
Jangan khianati diri,
Keluarga dan orang lain.
Bandung, 2005
SANDARAN
Semua mencari
Ada yang tak sampai
Semua ada di sini
Kupasrahkan jiwaku
Bersandar pada alam
Tuk mengungkap rahasia alam
Alam bersandar pada penciptanya
Kehidupan ada dengan alam
Kehidupan dan alam karena penciptaan
Penciptaan ada dengan doa dan ilmu Allah
Ketenangan adalah mu’jizat hidup
Keyakinan adalah kunci hidup
Tangkuban Perahu, 2005
SANG TELADAN KEJUJURAN
Aku di belakangmu
Berma’mum dengan kegembiraan
Wajahmu trasa nampak
Walau kau tak menghadap
Aku gembira bisa bersama
Ketenangan dan tujuan hidup
Membentuk arah cita
Ridho diri, Ridho Allah,
Ridho Rasul, orang tua dan guru
smoga terwujud
Jujur pada diri, jujur pada alam
Jujur pada orang lain
Jujur dengan yang Maha Jujur
Rahasia dan hijab
Terbuka
Bandung, 2005
PERJALANAN MASA
Bertemu dan berpisah
Hidup dan mati
Jodoh dan rijki
Ada dan tiada
Pertemuan di alam rahim
Pertemuan di alam nyata
Dunia dan akhirat
Langit dan bumi ada dalam sistem
Sistem dan ilmu dalam kendaliNya
Hidup dan kehidupan
Ada dalam genggamanNya
Skenario hidup dalam kehendakNya
Bandung, 2005
KONSPIRASI
Allah maha Ghoib dan maha Nyata
Allah pencipta Ghoib, Ghaib dan yang nyata
Dalam keghoiban Allah punya eksistensi
Dalam kenyataan Allah punya eksistensi
Malaikat dan ruh yang diistemewakan adalah Ghoib
Jin, iblis, syetan dan ruh gentayangan adalah Ghaib
Hewan, tumbuhan, alam semesta adalah nyata
Surga, neraka adalah ghoib
Yang ghoib akan jadi kenyataan
Akherat adalah kenyataan abadi
Dunia adalah kenyataan yang fana
Allah tak terikat ruang dan waktu
Allah tak ada awal dan akhir
Alam adalah nyata
Iblis/syetan adalah ghaib yang nyata
Allah tahu yang ghoib dan nyata
Tak ada yang nyata kalau ghoib tak ada
Bandung, 2006
SYARAT SYARIAT
Hayu insan dengan syarat syariat
Sumsum terancik Nur Illahi
Salam Nur Alam pada Ruh Insan
Salamun qoula mirrobirrahim
Sahadat pada Allah dan Rasul
Salawat pada Rasulullah
Alfatihah jadi mu’jizat dan berkah
Ya adzim ya hak pematri diri
Alip lam mim kunci hidup
Sinarku Nur Illahi
TAK BISA DIPAKSA
Maafkan aku
Bila tak sama
Cinta dan rasa yang ada
Tak bisa menyatu
Kau dan aku saling berbeda
Ku tak mau ada kebohongan
Mending kita jujur saja
Waktu dan kehidupan terus berjalan
Tak perlu takut akan hidup
Disitulah kita ada jalan
Berani menjalani hidup
Itulah berharganya kita
Kita tak sendiri
Tunduk sujudnya alam
Adalah menerima apa adanya
Dalam genggaman Nur Ilahi
IBLIS DAN ADAM
Iblis tak mengakui Adam
Iblis tak sujud ke Adam
Itu adalah perintah Allah
Bukan menyembah Adamnya, tapi ibadah pada Pencipta
Iblis hanya memandang Adam dalam bentuk fisik
Ia tak melihat nur Illahi dalam diri Adam
Iblis terbukti tak taat pada perintah
Sujud ke Adam adalah bentuk ibadah Iblis ke Allah
Iblis bodoh dan membangkang
Ia tak beribadah lagi
Ia ingkar
Ia sombong
Allah menguji keimanan Iblis
Benar patuh ibadah pada Allah
Iblis ingin menyaingi Allah
Ia meminta fasilitas
Menggoda, menghimpun massanya
Golongan dia di neraka
Ingin membuktikan golongan mana yang banyak
Pengikut Allah atau dia
Bandung, 2006
TEKAD
Aku berharap nyata
Angan, keinginan yang tertunda
Bukan hanya tumbuh dan ada
Tapi berbunga dan berbuah
Buah tak selamanya berbiji
Tapi kehidupan adalah jalan
Langkah dan doa jadi kekuatan
Semua bias menjadi nyata
Kau dan aku belum bertemu
Tapi hasrat dan rasa muncul
Itulah petunjuk yang ada
Bisakan menjadi sarana
Bandung, 2005
PANYAWANGAN
Sajeungkal lain sakilo
Sadeupa jauh teuing
Sakiceup teu bisa dipopohokeun
Ti kulon arah ka wetan
Ngalirna ka sagara nu leeh
Pasir resik paniisan
Salengkah saacan Gunung Putri
Susukan ngalir kana urugan
Parahyangan teu jadi parawan
Ngadeuheusan taya nu suci
Mipir-mipir kadangiyangan taya nu sugih
Hung ahung panyawangan tinggal waasna
Kursi Seukeut Paningal, 2004
MURKA ALLAH DI YOGYA
Kita tak tahu
Kita memang bodoh
Kita besar kepala
Kita tak bersyukur
Merasa pintar
Merasa bisa mengendalikan
Merasa paling jago
Merasa jadi pemenang
Renungkan kawan ….
Harusnya batin kita bergetar
Dimanapun kita berada
Bacalah alquran di alam dan di diri
Ingatlah ……
Lihatlah ……
Siapa yang tak kenal Ilmu Yogya ….
Dari Rajanya sampai rakyatnya
Banyak yang bisa terbang dan menundukkan jin
Tapi…. tak ada yang dapat menahan Murka Allah
Ilmu bukan untuk menguji antar manusia
Ilmu untuk menguji hawa nafsu kita
Ilmu harus jadi dekat dengan Rasulullah
Ilmu harus jadi rindu dengan Rasulullah
Akui kita lalai dan dholim
Tunduk sujud padaNya tuk bertobat
Izin diri izin Allah
Berani hidup dan biasakan hidup
Bandung, 2006
DI SINI KAMI BERTAFAKUR
Kami berbicara tentang Tuhan
Kami berbicara tentang ilmu
Kami berbicara tentang hidup
Kami berbicara tentang kehidupan
Berfikir Sareat, Tarekat, Hakikat dan Ma’rifat
Berucap tentang taubat dan doa
Berkarya dalam hidup dan kehidupan
Berprasangka yang baik
Kami mencoba untuk benar
Walau belum merasa benar
Kami mencari rahasia hidup dan kunci hidup
Walau belum merasa cukup
Bandung, 2006
TANDA SALAT DI BELANTARA HUTAN
Jam tak dimiliki
Matahari pun tak sampai
Tak ada kompas
Hanya hewan hutan jadi tanda
Siang dan malam jadi gelap
Pagi sore tetap sama
Tak ada adzan dan beduk
Matahari pun tak lagi jadi tanda
Babi hutan keluar dan bunyi jangkrik
Itulah saat Magrib tiba, disusul Gaang itulah Isha
Kicau burung kecil dan burung Toed
Datangnya shalat Dhuhur
Gagak ada gilirannya
Ia bersuara, itulah waktu Ashar
Jelang magrib,Tonggeret bunyi
Babi hutan kembali itulah tanda subuh
Bukan kokok ayam
Tak ada terbit matahari
Tenggelam pun tak kelihatan
Mega oranye tak tampak
Matahari tak di atas kepala
Bayangan kita tak sama dengan kita
Magrib dan Isha tak dapat ditebak
Subuh tak seperti biasanya
Bandung, 2006
DIBALIK JUBAHMU
Ya Rabb aku memuja dan memujiMu
Ku berlindung dibalik jubah asma dan sifatMu
Ya Rabb aku memakai jubahmu
Ruhku berlindung dalam kekuasaanMu yang agung
Berilah izinMu
Jadikanlah aku hamba yang pandai bersyukur
Berilah aku ilmunya
Jadikanlah aku hamba yang pandai bertafakur
Panjalu, 5/7/2006
KANIKMATAN JEUNG KATENANGAN
Tentang ilmu nu paling luhur
Hirup jeung huripna
Bisa ngancik dimana wae
Ajeg, genah, merenah tur tumaninah
Allah nyiptakeun alam dunya jeung isinya
Manusa euweuh nu apal
Nu aya kanikmatan jeung katenangan
Allah nyiptakeun sesuatu teu ditingali ku manusa
Allah gaduh rencana
Tiap nu diciptakeun aya ukuranna
Ukuran urang mikir sarua jeung ukuran rijkina
Alam dunya tos diatur ku ilmu Allah
Panjalu, 5/7/2006
UBUN-UBUN
Sesuatu yang rawan dan terbuka
Ruh dan alquran ditiupkan melewatinya
Kehidupan alam rahim dimulai
Ruh bersaksi mengakui sang penciptanya
Kehidupan alam rahim dijaminNYa
Semua bekerja dengan tugasnya
Keinginan Allah dan orang tua
Akankah keduanya sama
Kahidupan alam fana dimulai
Si putih suci menangis
Ia masuk dalam fitnah dunia
Akankah kelak manusia akalnya bagus
Yahudi dan nasrani tergantung orang tua
Tapi hidayah Allah ada
Hidayah bisa diraih oleh akal yang bagus
Ingat Allah tak pernah dholim
Panjalu, 5/7/2006
YANG MEMBERI NAFAS
Ruh jangan sampai kepanasan dan kehujanan
Ruh jasad, ruh batin, ruh sulthon
Beri perlindungan dengan Jubah
Jubah Allah yang ada di manusia
Ya Allah yang memberi nafas
Ku berlindung dibalik JubahMu
Dari asma dan sifat serta kekuasaanMu yang Agung
Maha rahman rohim engkau di alam ini
Maha adil engkau di akherat kelak
Panjalu, 6/7/2006
DIANTARA KEDUANYA
Malam ini, saat ini, detik ini
Aku menghadapMu
Langit dan bumi tak ada hijab
Hijab di diri hijab di alam
Kecepatan bathin lebih cepat dari cahaya
Kuyakin engkau dekat
Sekarang saat engkau menjamu hambamu
Kuyakin engkau memberi
Karena ku memakai jubah asma dan sifatMu yang agung
Maha bijaksana engkau
Memberi remidial hambaMu setiap saat
Memberi nafas yang tak terhitung
Kenikmatan yang tak terlihat
Maha perhitungan engkau
Tak ada yang sia-sia di hadapanMu
Panjalu, 6/7/2006
yoppy y.
Tinggal di Panjalu Kabupaten Ciamis
Guru SMPN 1 PANJALU 2006
PANJALU TERUS BERBENAH,MAU DIBAWA KEMANA PEMBANGUNAN DAN WISATA ZIARAH DI DESA PANJALU?
Oleh: Yoppy Y. “Ki Ibun”
Angin segar dan aroma manis sekarang sedang berada di Desa Panjalu, dikarenakan Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Nasional sedang memperhatikan pembangunan di Desa Panjalu. Laksana anak emas atau putra mahkota yang disanjung, semua keperluan atau kucuran dana lancar turunnya. Bahkan sekarang tidak diminta pun pemerintah menawarkan kucuran dananya untuk pembenahan pembangunan di Desa Panjalu. Pemerintah sekarang siap mengembangkan Desa Panjalu menjadi Desa Wisata Nasional.
Sekarang pertanyaannya: Seperti apa sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah daerah dan desa kepada masyarakat yang ada di Desa Panjalu dan kecamatan Panjalu? Apakah semua kepala desa yang ada di kecamatan Panjalu sudah satu tujuan dalam mewujudkan visi dan misi Panjalu menjadi desa Wisata Nasional? Berapa persen masyarakat yang sadar dan mengerti bagaimana kalau bersikap di daerah wisata? Apakah masyarakat Panjalu acuh tak acuh, karena mereka belum tahu dan mengerti pembangunan jangka pendek dan jangka panjang Panjalu nanti seperti apa?
Sangat ironis sekali kalau pembangunan terus berjalan tapi masyarakat tidak dibekali ilmu dan pelatihan sehingga mentalnya tidak siap bagaimana bersikap di daerah wisata. Tidak adanya keseimbangan pembangunan fisik dan non fisiknya. Kita tengok pembangunan dua tugu dan gapura “selamat datang di daerah wisata ziarah Situ Panjalu” yang satu berada di Pari dan yang kedua berada di Ciomas.
Apakah sudah terasa aura ketika memasuki pintu gerbang sampai keluar pintu gerbang, bahwa kita berada di daerah wisata yang semuannya harus serba tertata dan nyaman? Seharusnya ketika memasuki gerbang Selamat datang yang ada di Pari sampai keluar di Desa Ciomas ataupun sebaliknya pengunjung benar-benar dijamu merasakan penyambutan yang hangat dan nyaman. BAik penyambutan oleh alam, sarana an keramahtamahan warga Panjalu. Itu semua belum terasa, karena jalan sepanjang tugu yang satu sampai dengan tugu yang kedua masih semrawut. Sepanjang jalan tersebut rumput masih tidak terurus, sampah berserakan, dan sepertinya masyarakat pun belum paham. Bagaimana lingkungan di depan rumah apalagi halaman pinggir jalan harus bersih dan nyaman. Apalagi lingkungan di pusat wisata mulai dari masyarakat dan para pengelola pun harus bisa menyambut tamu dengan baik. Keramah-tamahan, akhlak yang baik, positif thingking akan menjadi modal untuk kemajuan wisata di daerah Panjalu.
Pembangunan yang berlangsung sekarang harusnya bukan sekedar akan segera disahkannya RUU Kabupaten Pangandaran menjadi UU oleh DPR sekarang. Kenapa tidak dari dulu Pemkab. Ciamis memperhatikan semua daerah dengan merata dan adil termasuk Desa Panjalu. Kalau ada kepentingan dan kemauan baru diperhatikan. Padahal sudah berpuluh-puluh tahun Desa Panjalu memberikan sebagian penghasilannya ke pihak kabupaten dari Wisata Ziarah Situ Panjalu dan Curug Tujuh.
Pembangunan di Desa Panjalu masih belum memuaskan. Karena sudah lama sekali Panjalu menjadi daerah Wisata dengan penghasilan yang menggiurkan. Untuk membantu pembangunan, beruntung Panjalu memiliki orang- orang yang dermawan seperti H. Uce, H Enan dan sesepuh lainnya, seperti Wa H. Atong dan Wa H. Nasuha yang memperhatikan untuk kemajuan Panjalu. Panjalu tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah daerah saja beberapa fasilitas umum dibangun dari swadaya masyarakat Panjalu. Seperti beberapa ruang VIP di Puskesmas Panjalu, Masjid Situ dan pasilitas pendidikan lainnya.
Apakah setelah Panjalu dibangun kembali dan semakin besar penghasilannya untuk pendapatan daerah Kabupaten Ciamis, mulai diabaikan lagi? Akankah menjadi Kabupaten Baru untuk masyarakat Ciamis Utara? Seperti yang terjadi sekarang Kabupaten Pangandaran untuk masyarakat Ciamis Selatan.
Masyarakat Panjalu lebih beruntung lagi mempunyai karuhun atau sepuh-sepuh para Raja sekaligus Waliyullah yang mewariskan ilmu dan harta kekayaannya serta patilasan sehingga membawa berkah sampai sekarang. Itulah bedanya para Pemimpin dahulu dengan sekarang. Pemimpin atau Raja dahulu mampu memberikan manfaat dan berkahnya walau mereka sudah meninggal.
Masyarakat atau buyut-buyut Panjalu harusnya bangga dan bersyukur lebih bahkan harus bisa mentafakuri warisan-warisan yang diberikan para Raja terdahulu, mulai dari ilmu, papagon, akhlak-akhlak yang mulia serta peninggalan lainnya. Itu semua adalah bukti perjuangan dan semangat para karuhun sebagai para pendiri kerajaan dan yang membuka perkampungan di wilayah Panjalu. Yang paling penting adalah warisan perjuangan kaislaman, atau ketauhidan, kebijaksanaan, dan akhlak yang mulia.
Sadar ataupun tidak sadar dengan adanya patilasan tersebut, dari dulu, sekarang dan yang akan datang masyarakat Panjalu merasakan manfaatnya baik besar ataupun kecil. Dari berbagai daerah silih berganti mengunjungi Panjalu. Dengan banyaknya pengunjung masyarakat Pajalu bisa membuka lapangan kerja baru baik jasa ataupun materi/dagangan.
Karuhun Panjalu tidak mewariskan sifat kekerasan, kesombongan dan bangga akan daerah atau golongannya. Islam adalah saudara, Karuhun Panjalu tidak hidup di Panjalu saja, melainkan pernah hidup di daerah-daerah Ciamis lainnya, bahkan sampai ke Garut, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Jampang, Banten dan lain-lainnya. Namanya pun banyak sekali sesuai dengan daerah ia tinggal. Jadi jangan sampai adanya permusuhan atau ujub ria takubur merasa paling benar atau jago karena ia adalah keturunan Raja Panjalu. Semuanya adalah saudara, buyut-buyut Raja-raja Pasundan jadi tidak boleh orang Panjalu bermusuhan dengan orang Sumedang atau orang Bandung karena masij satu keturunan.
Mereka sayang kepada keturunan setelah mereka, sekarang termasuk kita sebagai buyut-buyutnya dan yang akan datang. Terbukti Situ Panjalu, Bumi Alit, dan patilasan-patilasan yang tersebar di Kecamatan Panjalu menjadi berkah dan menambah penghasilan bagi masyarakat sekitar. Dari penghasilan Wisata ziarah, ratusan juta rupiah terkumpul tiap tahunnya. Harusnya bangga Desa Panjalu bisa menghasilkan uang sebanyak itu, tinggal memenej nya secara adil, merata dan transparan.
Sekarang masyarakat mulai pintar dan jeli, mereka inginikut serta dan berperan aktif dalam kepariwisataan di Panjalu. Mereka ingin berusaha juga dan ingin menikmati langsung berkah dari wisata Ziarah ini.
Memang masyarakat Panjalu belum semua merasakan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan dari adanya Wisata Ziarah tersebut. Masyarakat yang belum terlibat ingin bisa terlibat dan terjun langsung bisa sebagai guide atau penyambut tamu, pedagang ataupun jasa lainnya.
Berbicara soal pembangunan yang menjadi perhatian utama, bukan hanya pembangunan fisik tetapi non fisik pun harus dibangun sehingga terjadi keseimbangan. Yang namanya tidak seimbang tentu tidak bagus dan akan pincang.
Kita lihat program pembangunan di Desa Panjalu, misalnya: Taman, jalan, pintu gerbang, terminal dan kios-kios yang ada di sekitar situ. Apakah akan diimbangi dengan adanya penbangunan mental rakyat Panjalu supaya siap menerima kemajuan zaman dengan tidak diperbudak oleh urusan dunia? Apakah pemerintah akan membangun pesantren-pesantren, sekolah-sekolah, Masjid serta pusat-pusat pendidikan dan pelatihan. Apakah dengan kemajuan di bidang pembangunan di Desa Panjalu, pengajian-pengajian akan semakin maju atau diaktifkan lagi? Apakah masyarakatnya akan semakin pintar atau tingkat pendidikannya semakin tinggi? Kita lihat nanti kalau kita tidak mau hancur berarti kita bangun dulu mentalnya SDMnya juga harus kuat.
Kewajiban pemerintah untuk mensosialisasikan ke semua masyarakat kecamatan Panjalu untuk menyatukan visi misi, maju bersama membangun mental dan fisiknya. Sekarang memang belum seimbang, apakah akan siap bila pembangunan fisik lebih dominan dibandingkan dengan non fisik?.
Ini bukan ciri Desa Wisata apabila hanya fisik yang diutamakan sementara mental dan lingkungan alam diabaikan. Bagaimana mungkin masyarakat akan menerima tamu atau pengunjung dengan senyuman dan keramahtamahan serta kegembiraan apabila mereka tidak tahu tentang ilmu keramahtamahan.
Ditambah lagi apabila dari segi ekonomi masyarakat Panjalu belum sejahtera, tidak mungkin bisa tenang menyambut para peziarah atau wisatawan ibarat memperlakukan seperti raja. Mereka adalah konsumen yang harus diperlakukan seperti raja supaya lebih betah dan nyaman tinggal di Panjalu.
Apakah taman yang dibangun sekarang akan membuat nyaman para tamu dan masyarakat sekitar? Apakah akan terganggu dengan udara yang semakin panas atau banyaknya sampah yang berserakan?
Sekarang kita lihat Pembangunan pintu gerbang Bumi Alit yang megah, apakah masyarakat tahu akan maksud dan tujuan semboyan yang menempel di atas pintu gerbang tersebut?
Berikut ini hasil wawancara tanggal 19 0ktober 2009 dengan Drs. Nasuha Risagarniwa. Beliau memaparkan tentang perkembangan pariwisata di Panjalu:
Perubahan ke arah pertumbuhan dan perbaikan pada umumnya iya. Secara fisik perubahannya signifikan kecuali non fisiknya masih perlu diusahakan dan ditingkatkan. Pemahaman tentang Situ Panjalu sebagai warisan karuhun masih perlu ditingkatkan, jangan sampai amanah/papagon dan peninggalan yang diberikan karuhun Panjalu hanya diartikan secara harfiah. Tetapi harus ada esensi nilai keislamannya atau ketauhidan. Borosngora membawa dua kalimah syahadat jangan sampai masyarakat mengkultuskan bendanya tetapi melupakan ajaran Islamnya. Fisik dan non fisik tidak bisa dipisahkan.
Desain Angenering Detil nya 2010 untuk Panjalu sudah dibuat. Insyaallah akan ada wilayah hijau, wilayah untuk para pedagang/kios, parkir dst. Menjelang Panjalu sebentar lagi akan menjadi wilayah transit, untuk menuju Bandara International yang ada di Majalengka. Jalur dari Panjalu ke Tasikmalaya adalah Bandung, dari Panjalu ke Ciamis adalah Jawa Tengah.
Jalur tersebut semuanya akan di hotmix dan jalur Panjalu menuju Cirebon pun akan di hotmix. Untuk embarkasi haji pun tidak lagi di Halim lagi tapi di Majalengka. Berarti Panjalu akan menjadi Pintu Gerbang, jalur rame dan wilayah transit menuju Bandara Internasional. Kami orang-orang tua yang ada di Panjalu berusaha supaya di Panjalu tetap menjadi Wisata Ziarah karena Karuhun Panjalu adalah seorang Raja sekaligus Wali. Situ Panjalu akan dikembaliklan (back to basic) ke alam, tidak mau Ancol ke Panjalu, tidak mau membawa beton ke Panjalu, jadi harus alami. Meskipun Teknologi tetap masuk tetapi tidak merusak. Keliling Situ Panjalu akan dibuat jogging track, akan dipasang lampu-lampu juga, semuanya menginginkan serba alami. Orang Panjalu menolak adanya Hotel di Panjalu, karena tidak mau merusak lingkungan Panjalu menjadi jauh dari agama, biarlah di luar Panjalu saja. Kemungkinan untuk pembangunan Hotel akan berada di Kawali dan Panumbangan sebagai kecamatan penghubung menuju Panjalu.
Untuk kelestarian ekosistem yang ada di Situ Lengkong dan keseimbangan air Situ, menolak orang-orang Panjalu menyediakan botol-botol, yang nantinya semua peziarah membawa air dari Panjalu sehingga berapa puluh ribu liter air yang dibawa, padahal penghijauan yang ada di Panjalu belum seimbang. Pintu Gerbang atau Gapura menuju Bumi Alit para sesepuh Panjalu minta supaya Islami. Makanya ada tulisan fainnama tadhabun (mau kemana kamu pulang) sehingga para peziarah tidak lupa kita semua akan pulang ke akherat. Jadi tulisan tersebut sebagai media dakwah, kalau berada di bumi alit pun ketika melihat keris dan benda-benda lainnya tidak akan disembah, karena dimanapun ibadah harus tetap tujuannya kepada Allah.
Tata ruang yang ada di Panjalu pun mulai berubah, Kecamatan telah pindah ke Garahang, terminal pun akan dipindahkan ke Garahang. Untuk paketnya nanti akan ada wilayah pendidikan, wilayah perkantoran, wilayah wisata dan lain-lain. Air dari Gunung syawal sekarang sudah nyampai ke Panjalu, menurut beliau dana dari Kabupaten yang turun sekitar 746 juta.
Orang Panjalu pun jangan sampai ngagugulung cangkang dari sejarah Panjalu. Pemahaman-pemahaman masyarakat sekarang sudah mulai bijak dan tidak menjadikan budaya-budaya yang ada di Panjalu menjadi hal yang musyrik. Air dari pencucian benda tidak lagi diminum, dipakai mandi dll. Para ulama pun tidak mengatakan lagi budaya nyangku adalah musyrik. Karena dari niat dan tujuan adanya nyangku adalah untuk merawat saja peninggalan sejarah dan menghargai perjuangan para karuhun dalam menyebarkan agama Islam.
Dengan usianya yang ke 71 tahun kasepuhan yaitu H. Nasuha Risagarniwa masih tetap semangat memberikan motivasi sekaligus penjelasan kepada saya dan istri saya, di kediamannya. Sebelum menutup pembicaraan beliau mengungkapkan Moto hidupnya yaitu mengalir seperti air dan semangat dalam berjuang. Diskusi pun selesai ketika waktu magrib tiba.
Sesepuh Panjalu lainnya yaitu: Wa H. Atong Cakradinata di dikediamannya mengungkapkan supaya warga Panjalu tidak melupakan sejarah. Apalagi ini sejarah perkembangan agama Islam di Panjalu. Usia beliau hampir 81 tahun tetapi daya ingatnya masih kuat dan tetap semangat menceritakan perjuangan karuhun Panjalu untuk membangun ka Islaman di Panjalu. Buktinya pun terasa sampai sekarang dan menjadi rijki bagi masyarakat dan pemerintah kita.
Di awal Desember pun Kepala Desa Panjalu yaitu Doni Heryawan bersikap sangat optimis ketika kami diskusi di kediamannya, bahwa kedepannya Panjalu akan lebih maju dan banyak didatangi para peziarah ataupun wisatawan baik domestic ataupun luar negeri. Tetapi belum adanya kerjasama yang baik antara pemerintah desa engan kabupaten dalam mempromosikan dan sosialisasi dengan warga.
Tugas kita adalah harus siap segalanya supaya menjaga Panjalu tetap alami dan mampu memberikan berkah lagi ke depannya. Jangan sampai tanah Panjalu menjadi murka sehingga tidak berkah.
Ingat tujuan hidup yaitu selamat dunia dan akherat maka harus innalillahi wainnailahi rojiun. Jangan sampai tujuan para karuhun dengan yang mengisinya sekarang atau generasi yang akan datang teu sapagodos. Para karuhun mendirikan Panjalu yaitu dengan “lailahailallah muhammadarrosululloh”. Maka generasi sekarangpun jangan sampai jauh dari sahadat, harus sama tujuannya.
Mudah-mudahan tidak terjadi di Panjalu seperti gempa yang terjadi di Aceh, Yogya, Padang atau bencana yang terjadi di Pangandaran dll. Itu semua terjadi karena yang mengisinya sudah jauh dari agama, sombong dan serakah.
Wallohualam….. yoppy y. 5/12/09
Angin segar dan aroma manis sekarang sedang berada di Desa Panjalu, dikarenakan Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Nasional sedang memperhatikan pembangunan di Desa Panjalu. Laksana anak emas atau putra mahkota yang disanjung, semua keperluan atau kucuran dana lancar turunnya. Bahkan sekarang tidak diminta pun pemerintah menawarkan kucuran dananya untuk pembenahan pembangunan di Desa Panjalu. Pemerintah sekarang siap mengembangkan Desa Panjalu menjadi Desa Wisata Nasional.
Sekarang pertanyaannya: Seperti apa sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah daerah dan desa kepada masyarakat yang ada di Desa Panjalu dan kecamatan Panjalu? Apakah semua kepala desa yang ada di kecamatan Panjalu sudah satu tujuan dalam mewujudkan visi dan misi Panjalu menjadi desa Wisata Nasional? Berapa persen masyarakat yang sadar dan mengerti bagaimana kalau bersikap di daerah wisata? Apakah masyarakat Panjalu acuh tak acuh, karena mereka belum tahu dan mengerti pembangunan jangka pendek dan jangka panjang Panjalu nanti seperti apa?
Sangat ironis sekali kalau pembangunan terus berjalan tapi masyarakat tidak dibekali ilmu dan pelatihan sehingga mentalnya tidak siap bagaimana bersikap di daerah wisata. Tidak adanya keseimbangan pembangunan fisik dan non fisiknya. Kita tengok pembangunan dua tugu dan gapura “selamat datang di daerah wisata ziarah Situ Panjalu” yang satu berada di Pari dan yang kedua berada di Ciomas.
Apakah sudah terasa aura ketika memasuki pintu gerbang sampai keluar pintu gerbang, bahwa kita berada di daerah wisata yang semuannya harus serba tertata dan nyaman? Seharusnya ketika memasuki gerbang Selamat datang yang ada di Pari sampai keluar di Desa Ciomas ataupun sebaliknya pengunjung benar-benar dijamu merasakan penyambutan yang hangat dan nyaman. BAik penyambutan oleh alam, sarana an keramahtamahan warga Panjalu. Itu semua belum terasa, karena jalan sepanjang tugu yang satu sampai dengan tugu yang kedua masih semrawut. Sepanjang jalan tersebut rumput masih tidak terurus, sampah berserakan, dan sepertinya masyarakat pun belum paham. Bagaimana lingkungan di depan rumah apalagi halaman pinggir jalan harus bersih dan nyaman. Apalagi lingkungan di pusat wisata mulai dari masyarakat dan para pengelola pun harus bisa menyambut tamu dengan baik. Keramah-tamahan, akhlak yang baik, positif thingking akan menjadi modal untuk kemajuan wisata di daerah Panjalu.
Pembangunan yang berlangsung sekarang harusnya bukan sekedar akan segera disahkannya RUU Kabupaten Pangandaran menjadi UU oleh DPR sekarang. Kenapa tidak dari dulu Pemkab. Ciamis memperhatikan semua daerah dengan merata dan adil termasuk Desa Panjalu. Kalau ada kepentingan dan kemauan baru diperhatikan. Padahal sudah berpuluh-puluh tahun Desa Panjalu memberikan sebagian penghasilannya ke pihak kabupaten dari Wisata Ziarah Situ Panjalu dan Curug Tujuh.
Pembangunan di Desa Panjalu masih belum memuaskan. Karena sudah lama sekali Panjalu menjadi daerah Wisata dengan penghasilan yang menggiurkan. Untuk membantu pembangunan, beruntung Panjalu memiliki orang- orang yang dermawan seperti H. Uce, H Enan dan sesepuh lainnya, seperti Wa H. Atong dan Wa H. Nasuha yang memperhatikan untuk kemajuan Panjalu. Panjalu tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah daerah saja beberapa fasilitas umum dibangun dari swadaya masyarakat Panjalu. Seperti beberapa ruang VIP di Puskesmas Panjalu, Masjid Situ dan pasilitas pendidikan lainnya.
Apakah setelah Panjalu dibangun kembali dan semakin besar penghasilannya untuk pendapatan daerah Kabupaten Ciamis, mulai diabaikan lagi? Akankah menjadi Kabupaten Baru untuk masyarakat Ciamis Utara? Seperti yang terjadi sekarang Kabupaten Pangandaran untuk masyarakat Ciamis Selatan.
Masyarakat Panjalu lebih beruntung lagi mempunyai karuhun atau sepuh-sepuh para Raja sekaligus Waliyullah yang mewariskan ilmu dan harta kekayaannya serta patilasan sehingga membawa berkah sampai sekarang. Itulah bedanya para Pemimpin dahulu dengan sekarang. Pemimpin atau Raja dahulu mampu memberikan manfaat dan berkahnya walau mereka sudah meninggal.
Masyarakat atau buyut-buyut Panjalu harusnya bangga dan bersyukur lebih bahkan harus bisa mentafakuri warisan-warisan yang diberikan para Raja terdahulu, mulai dari ilmu, papagon, akhlak-akhlak yang mulia serta peninggalan lainnya. Itu semua adalah bukti perjuangan dan semangat para karuhun sebagai para pendiri kerajaan dan yang membuka perkampungan di wilayah Panjalu. Yang paling penting adalah warisan perjuangan kaislaman, atau ketauhidan, kebijaksanaan, dan akhlak yang mulia.
Sadar ataupun tidak sadar dengan adanya patilasan tersebut, dari dulu, sekarang dan yang akan datang masyarakat Panjalu merasakan manfaatnya baik besar ataupun kecil. Dari berbagai daerah silih berganti mengunjungi Panjalu. Dengan banyaknya pengunjung masyarakat Pajalu bisa membuka lapangan kerja baru baik jasa ataupun materi/dagangan.
Karuhun Panjalu tidak mewariskan sifat kekerasan, kesombongan dan bangga akan daerah atau golongannya. Islam adalah saudara, Karuhun Panjalu tidak hidup di Panjalu saja, melainkan pernah hidup di daerah-daerah Ciamis lainnya, bahkan sampai ke Garut, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Jampang, Banten dan lain-lainnya. Namanya pun banyak sekali sesuai dengan daerah ia tinggal. Jadi jangan sampai adanya permusuhan atau ujub ria takubur merasa paling benar atau jago karena ia adalah keturunan Raja Panjalu. Semuanya adalah saudara, buyut-buyut Raja-raja Pasundan jadi tidak boleh orang Panjalu bermusuhan dengan orang Sumedang atau orang Bandung karena masij satu keturunan.
Mereka sayang kepada keturunan setelah mereka, sekarang termasuk kita sebagai buyut-buyutnya dan yang akan datang. Terbukti Situ Panjalu, Bumi Alit, dan patilasan-patilasan yang tersebar di Kecamatan Panjalu menjadi berkah dan menambah penghasilan bagi masyarakat sekitar. Dari penghasilan Wisata ziarah, ratusan juta rupiah terkumpul tiap tahunnya. Harusnya bangga Desa Panjalu bisa menghasilkan uang sebanyak itu, tinggal memenej nya secara adil, merata dan transparan.
Sekarang masyarakat mulai pintar dan jeli, mereka inginikut serta dan berperan aktif dalam kepariwisataan di Panjalu. Mereka ingin berusaha juga dan ingin menikmati langsung berkah dari wisata Ziarah ini.
Memang masyarakat Panjalu belum semua merasakan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan dari adanya Wisata Ziarah tersebut. Masyarakat yang belum terlibat ingin bisa terlibat dan terjun langsung bisa sebagai guide atau penyambut tamu, pedagang ataupun jasa lainnya.
Berbicara soal pembangunan yang menjadi perhatian utama, bukan hanya pembangunan fisik tetapi non fisik pun harus dibangun sehingga terjadi keseimbangan. Yang namanya tidak seimbang tentu tidak bagus dan akan pincang.
Kita lihat program pembangunan di Desa Panjalu, misalnya: Taman, jalan, pintu gerbang, terminal dan kios-kios yang ada di sekitar situ. Apakah akan diimbangi dengan adanya penbangunan mental rakyat Panjalu supaya siap menerima kemajuan zaman dengan tidak diperbudak oleh urusan dunia? Apakah pemerintah akan membangun pesantren-pesantren, sekolah-sekolah, Masjid serta pusat-pusat pendidikan dan pelatihan. Apakah dengan kemajuan di bidang pembangunan di Desa Panjalu, pengajian-pengajian akan semakin maju atau diaktifkan lagi? Apakah masyarakatnya akan semakin pintar atau tingkat pendidikannya semakin tinggi? Kita lihat nanti kalau kita tidak mau hancur berarti kita bangun dulu mentalnya SDMnya juga harus kuat.
Kewajiban pemerintah untuk mensosialisasikan ke semua masyarakat kecamatan Panjalu untuk menyatukan visi misi, maju bersama membangun mental dan fisiknya. Sekarang memang belum seimbang, apakah akan siap bila pembangunan fisik lebih dominan dibandingkan dengan non fisik?.
Ini bukan ciri Desa Wisata apabila hanya fisik yang diutamakan sementara mental dan lingkungan alam diabaikan. Bagaimana mungkin masyarakat akan menerima tamu atau pengunjung dengan senyuman dan keramahtamahan serta kegembiraan apabila mereka tidak tahu tentang ilmu keramahtamahan.
Ditambah lagi apabila dari segi ekonomi masyarakat Panjalu belum sejahtera, tidak mungkin bisa tenang menyambut para peziarah atau wisatawan ibarat memperlakukan seperti raja. Mereka adalah konsumen yang harus diperlakukan seperti raja supaya lebih betah dan nyaman tinggal di Panjalu.
Apakah taman yang dibangun sekarang akan membuat nyaman para tamu dan masyarakat sekitar? Apakah akan terganggu dengan udara yang semakin panas atau banyaknya sampah yang berserakan?
Sekarang kita lihat Pembangunan pintu gerbang Bumi Alit yang megah, apakah masyarakat tahu akan maksud dan tujuan semboyan yang menempel di atas pintu gerbang tersebut?
Berikut ini hasil wawancara tanggal 19 0ktober 2009 dengan Drs. Nasuha Risagarniwa. Beliau memaparkan tentang perkembangan pariwisata di Panjalu:
Perubahan ke arah pertumbuhan dan perbaikan pada umumnya iya. Secara fisik perubahannya signifikan kecuali non fisiknya masih perlu diusahakan dan ditingkatkan. Pemahaman tentang Situ Panjalu sebagai warisan karuhun masih perlu ditingkatkan, jangan sampai amanah/papagon dan peninggalan yang diberikan karuhun Panjalu hanya diartikan secara harfiah. Tetapi harus ada esensi nilai keislamannya atau ketauhidan. Borosngora membawa dua kalimah syahadat jangan sampai masyarakat mengkultuskan bendanya tetapi melupakan ajaran Islamnya. Fisik dan non fisik tidak bisa dipisahkan.
Desain Angenering Detil nya 2010 untuk Panjalu sudah dibuat. Insyaallah akan ada wilayah hijau, wilayah untuk para pedagang/kios, parkir dst. Menjelang Panjalu sebentar lagi akan menjadi wilayah transit, untuk menuju Bandara International yang ada di Majalengka. Jalur dari Panjalu ke Tasikmalaya adalah Bandung, dari Panjalu ke Ciamis adalah Jawa Tengah.
Jalur tersebut semuanya akan di hotmix dan jalur Panjalu menuju Cirebon pun akan di hotmix. Untuk embarkasi haji pun tidak lagi di Halim lagi tapi di Majalengka. Berarti Panjalu akan menjadi Pintu Gerbang, jalur rame dan wilayah transit menuju Bandara Internasional. Kami orang-orang tua yang ada di Panjalu berusaha supaya di Panjalu tetap menjadi Wisata Ziarah karena Karuhun Panjalu adalah seorang Raja sekaligus Wali. Situ Panjalu akan dikembaliklan (back to basic) ke alam, tidak mau Ancol ke Panjalu, tidak mau membawa beton ke Panjalu, jadi harus alami. Meskipun Teknologi tetap masuk tetapi tidak merusak. Keliling Situ Panjalu akan dibuat jogging track, akan dipasang lampu-lampu juga, semuanya menginginkan serba alami. Orang Panjalu menolak adanya Hotel di Panjalu, karena tidak mau merusak lingkungan Panjalu menjadi jauh dari agama, biarlah di luar Panjalu saja. Kemungkinan untuk pembangunan Hotel akan berada di Kawali dan Panumbangan sebagai kecamatan penghubung menuju Panjalu.
Untuk kelestarian ekosistem yang ada di Situ Lengkong dan keseimbangan air Situ, menolak orang-orang Panjalu menyediakan botol-botol, yang nantinya semua peziarah membawa air dari Panjalu sehingga berapa puluh ribu liter air yang dibawa, padahal penghijauan yang ada di Panjalu belum seimbang. Pintu Gerbang atau Gapura menuju Bumi Alit para sesepuh Panjalu minta supaya Islami. Makanya ada tulisan fainnama tadhabun (mau kemana kamu pulang) sehingga para peziarah tidak lupa kita semua akan pulang ke akherat. Jadi tulisan tersebut sebagai media dakwah, kalau berada di bumi alit pun ketika melihat keris dan benda-benda lainnya tidak akan disembah, karena dimanapun ibadah harus tetap tujuannya kepada Allah.
Tata ruang yang ada di Panjalu pun mulai berubah, Kecamatan telah pindah ke Garahang, terminal pun akan dipindahkan ke Garahang. Untuk paketnya nanti akan ada wilayah pendidikan, wilayah perkantoran, wilayah wisata dan lain-lain. Air dari Gunung syawal sekarang sudah nyampai ke Panjalu, menurut beliau dana dari Kabupaten yang turun sekitar 746 juta.
Orang Panjalu pun jangan sampai ngagugulung cangkang dari sejarah Panjalu. Pemahaman-pemahaman masyarakat sekarang sudah mulai bijak dan tidak menjadikan budaya-budaya yang ada di Panjalu menjadi hal yang musyrik. Air dari pencucian benda tidak lagi diminum, dipakai mandi dll. Para ulama pun tidak mengatakan lagi budaya nyangku adalah musyrik. Karena dari niat dan tujuan adanya nyangku adalah untuk merawat saja peninggalan sejarah dan menghargai perjuangan para karuhun dalam menyebarkan agama Islam.
Dengan usianya yang ke 71 tahun kasepuhan yaitu H. Nasuha Risagarniwa masih tetap semangat memberikan motivasi sekaligus penjelasan kepada saya dan istri saya, di kediamannya. Sebelum menutup pembicaraan beliau mengungkapkan Moto hidupnya yaitu mengalir seperti air dan semangat dalam berjuang. Diskusi pun selesai ketika waktu magrib tiba.
Sesepuh Panjalu lainnya yaitu: Wa H. Atong Cakradinata di dikediamannya mengungkapkan supaya warga Panjalu tidak melupakan sejarah. Apalagi ini sejarah perkembangan agama Islam di Panjalu. Usia beliau hampir 81 tahun tetapi daya ingatnya masih kuat dan tetap semangat menceritakan perjuangan karuhun Panjalu untuk membangun ka Islaman di Panjalu. Buktinya pun terasa sampai sekarang dan menjadi rijki bagi masyarakat dan pemerintah kita.
Di awal Desember pun Kepala Desa Panjalu yaitu Doni Heryawan bersikap sangat optimis ketika kami diskusi di kediamannya, bahwa kedepannya Panjalu akan lebih maju dan banyak didatangi para peziarah ataupun wisatawan baik domestic ataupun luar negeri. Tetapi belum adanya kerjasama yang baik antara pemerintah desa engan kabupaten dalam mempromosikan dan sosialisasi dengan warga.
Tugas kita adalah harus siap segalanya supaya menjaga Panjalu tetap alami dan mampu memberikan berkah lagi ke depannya. Jangan sampai tanah Panjalu menjadi murka sehingga tidak berkah.
Ingat tujuan hidup yaitu selamat dunia dan akherat maka harus innalillahi wainnailahi rojiun. Jangan sampai tujuan para karuhun dengan yang mengisinya sekarang atau generasi yang akan datang teu sapagodos. Para karuhun mendirikan Panjalu yaitu dengan “lailahailallah muhammadarrosululloh”. Maka generasi sekarangpun jangan sampai jauh dari sahadat, harus sama tujuannya.
Mudah-mudahan tidak terjadi di Panjalu seperti gempa yang terjadi di Aceh, Yogya, Padang atau bencana yang terjadi di Pangandaran dll. Itu semua terjadi karena yang mengisinya sudah jauh dari agama, sombong dan serakah.
Wallohualam….. yoppy y. 5/12/09
Subscribe to:
Posts (Atom)